Politisi Demokrat: Ancaman ISIS ke Indonesia Bukan Isapan Jempol
Indonesia masuk daftar target dalam serangan "teroris" ISIS, setelah serangan di Paris, Perancis, minggu lalu.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia masuk daftar target dalam serangan "teroris" ISIS, setelah serangan di Paris, Perancis, minggu lalu.
Bahkan ISIS dikabarkan mengancam akan melakukan penyerangan terhadap komunitas One Day One Juz (ODOJ) di Indonesia.
Kelompok aktivis peretas (hacker) anonim mengungkap rencana ISIS untuk melakukan serangan teroris di Paris, Amerika Serikat, Indonesia, Italia dan Lebanon. Laporan itu dipubliksakan oleh kelompok peretas anonim, Minggu (22/11/2015) kemarin.
Menanggapi itu, politikus Partai Demokrat, Kastorius Sinaga, mengatakan rencana serangan teroris ke Indonesia bukanlah isapan jempol.
Apalagi hingga saat ini Indonesia masih termasuk daftar area paling rawan terhadap tindakan terorisme.
Bahkan untuk jaringan NIIS ASEAN, Indonesia berada di urutan pertama dalam hal jumlah relawan yang direkrut untuk berperang di Suriah.
Baru-baru ini BNPT bahkan melaporkan bahwa sekitar 130 lebih jihadis tersebut telah kembali ke Indonesia dan menjadi "sleeping cells"(sel tidur) yang setiap saat bisa beraksi.
Perppu BNPT
Karena itu, kata Kastorius, pemerintah perlu segera membenahi regulasi dan sumber daya yang diperlukan oleh BNPT dan Polri. Tujuannya, agar kedua lembaga ini memiliki kewenangan, sumberdaya anggaran yang memadai serta perlengkapan dan personalia di dalam meningkatkan daya cegah dan daya tangkal aksi teorisme.
Termasuk di dalamnya perluasan kewenangan, kemampuan deteksi dini dan kapasitas mobilisasi satuan anti teror secara cepat dan komprehensif.
Dia menilai sebaiknya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Perpu Perluasan kewenangan dan sumberdaya bagi BNPT untuk menambah kapasitas lembaga ini di dalam mencegah, menangkah dan menindak aksi terorisme di Indonesia.
"Sebaiknya Presiden Jokowi menerbitkan Perpu," ujar Kastorius kepada Tribun, Senin (23/11/2015).
Apalagi kata dia, harus diakui, secara sosiologis, Indonesia masih area subur munculnya bibit pelaku dan aksi terorisme.
Hal itu karena, faktor kemiskinan, melebarnya kesenjangan ekonomi, tingginya sikap intoleransi serta maraknya kegaduhan elit politik yang menyuburkan bibit-bibit jekecewaanmasyarakat akar rumput terhadap elitnya.
Untuk itu, menurut dia, elite pemerintah harus mawas diri dan serius menghadapi ancaman teror ini.
Mendeteksi dan mencegah sedini mungkin terjadinya aksi teror akan jauh lebih baik dilihat dari sisi dampak material maupun moral.