RJ Lino: Saya Tidak Sepakat Pelindo Milik Negara
Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II menggelar rapat dengan Direktur Utama (Dirut) Pelindo II RJ Lino
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II menggelar rapat dengan Direktur Utama (Dirut) Pelindo II RJ Lino.
Dalam rapat tersebut, Pansus Pelindo II mencecar Lino terkait pernyataannya mengenai aset perusahaan tersebut.
"Saya tidak sepakat Pelindo milik negara," kata Lino di Ruang Rapat Pansus C, Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/12/2015).
Pelindo II, kata Lino, merupakan BUMN dimana aset negara sudah dipisahkan sehingga bukan aset murni.
Mendengar pernyataan Lino tersebut, Ketua Pansus Pelindo II Rieke Diah Pitaloka mengatakan bahwa Keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 48/PUU-XI/2013 tentang pengujian UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
"Saya tegaskan, Pelindo II adalah BUMN dan asetnya milik negara," tegasnya.
Sementara, Anggota Pansus Pelindo II, Masinton Pasaribu menegaskan konstitusi Indonesia secara jelas menyatakan Indonesia merupakan negara hukum bukan negara kekuasaan.
Sehingga dalam hal tata kelola aset negara harus tunduk pada hukum sehingga setiap warga negara tidak boleh melanggar undang-undang.
"UU adalah hukum, Pelindo II merupakan pelaksana UU bukan penafsir UU apalagi sampai tidak patuh atau melanggar UU," ujarnya.
Politikus PDIP itu mengatakan surat yang menyatakan Menteri Perhubungan meminta agar diadakan konsensi dan Dirut Pelindo II jangan sepotong dalam membaca Undang Undang.
Dimana Pasal 92 UU nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran menyebutkan bahwa penyediaan kegiatan dilakukan berdasarkan konsensi atau bentuk lain dari otoritas pelabuhan.
Sedangkan pasal 81 disebutkan bahwa penyelenggara pelabuhan terdiri atas otoritas pelabuhan dan di pelayaran menegaskan dipisahkan antara regulator dan operator.
"Pelindo II merupakan operator bukan penafsir UU. Hasil konsensi sesuai konstitusi merupakan pendapatan negara," kata Masinton.
Ia juga mempertanyakan landasan hukum perpanjangan kontrak JICT yaitu berdasarkan pendapat hukum Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.
Jaksa Agung menurutnya, telah menegaskan bahwa pendapat hukum itu tidak bisa menjadi dasar hukum perpanjangan kontrak.
"Ada pelanggaran UU dan kami akan dalami, anda (RJ Lino) tentu tahu konsekuensi pelanggaran UU," ujarnya.