Modus Cuci Uang Nazaruddin, Belanja Saham hingga Bayar Polis Asuransi Istri
Nazaruddin adalah terpidana kasus wisma atlet di Jakabaring Palembang.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dalam dakwaan Muhammad Nazaruddin terungkap bahwa bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Nazaruddin adalah terpidana kasus wisma atlet di Jakabaring Palembang.
Selain didakwa menerima hadiah (gratifikasi) Rp 23,1 miliar dari PT Duta Graha Indah (PT DGI) dan Rp 17,2 miliar (Rp 17.250.750.744) dari PT Nidya Karya, Nazar membelanjakan sejumlah uang hasil TPPU yang dikumpulkan dari menggarap sejumlah proyek negara, mencapai ratusan miliar rupiah.
Dua modus yang terungkap ialah membeli sejumlah saham hingga membelanjakan atau membayarkan polis asuransi untuk istrinya, Neneng Sri Wahyuni.
"Yang diketehui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi dengan tujuan menyembunyikan ataumenyamarkan asal usul harta kekayaan," kata Jaksa KPK, Kresno Anto Wibowo saat membacakan surat dakwaan terdakwa Nazaruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (12/10/2015).
Jaksa mengatakan, perbuatan itu dilakukan Nazar sejak Oktober 2010 hingga Desember 2014. Sementara penghasilan resmi Nazaruddin sejak Oktober 2009 hingga Desember 2015 atau saat menjabat anggota DPR hanya Rp 1,1 miliar (Rp.1.137.621.300).
Jaksa Kresno menyebutkan, Nazaruddin mengetahui atau patut menduga harta kekayaannya berupa uang yang ditempatkan atau ditransfer menggunakan rekening perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Permai Grup dan rekening atas nama orang lain dengan saldo akhir seluruhnya sebesar Rp.70.018.601.346,55 dan SGD 1.043.
Menurutnya, seluruh duit tersebut dialihkan kepemilikannya berbentuk saham perusahaan di bawah kendali Permai Grup yaitu PT Exartech Technologi Utama dan PT Panahatan seluruhnya senilai Rp.50.425.000.000. Kemudian dialihkan kepemilikannya berupa tanah dan bangunan seluruhnya senilai Rp.18.447.075.000.
Selain itu, dibelanjakan atau dibayarkan untuk pembelian tanah dan bangunan seluruhnya sebesar Rp.111.117.260.000. Kemudian dibelanjakan atau dibayarkan untuk pembelian kendaraan bermotor seluruhnya sebesar Rp.1.007.243.500,00,
Untuk dibelanjakan atau dibayarkan polis asuransi seluruhnya sebesar Rp.2.092.491.900 dan dibelanjakan atau dibayarkan untuk pembelian saham dan obligasi sukuk pada perusahaan sekuritas di KSEI menggunakan perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Permai Grup ataupun nama orang lain seluruhnya sebesar Rp.374.747.514.707
Atas perbuatan itu, Nazaruddin didakwa melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
"Merupakan hasil tindak pidana korupsi berkaitan dengan jabatan Terdakwa selaku anggota DPR-RI periode 2009-2014, karena penghasilan resmi Terdakwa selaku anggota DPR-RI tidak sebanding dengan harta kekayaan yang dimiliki Terdakwa, sehingga asal usul perolehannya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sah oleh Terdakwa karena menyimpang dari profil penghasilan Terdakwa selaku anggota DPR-RI," jelas jaksa.
Dalam dakwaan ketiga, Nazaruddin disebut melakukan TPPU dalam kurun waktu September 2009 sampai Oktober 2010. Diantaranya menepatkan harta kekayaan
ke dalam Penyedia Jasa Keuangan menggunakan rekening atas nama orang lain dan rekening perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Permai Grup dengan saldo akhir seluruhnya sebesar Rp.50.205.544.915,92. Kemudian, dibayarkan atau dibelanjakan untuk pembelian tanah dan bangunan seluruhnya sebesar Rp.33.194.571.000. Selain itu dibayarkan atau dibelanjakan tanah berikut bangunan yang dititipkan dengan cara seolah-olah dijual (dialihkan kepemilikannya) senilai Rp.200.265.000.
Atas perbuatan itu, Nazaruddin didakwa melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a, c dan e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.