Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tiga Faktor Pesta Pilkada Serentak Sepi Pemilih

Sudah rahasia umum jalannya pilkada serentak aman dan lancar tapi mirisnya partisipasi pemilih mengkhawatirkan. Apa saja faktornya?

Penulis: Y Gustaman
zoom-in Tiga Faktor Pesta Pilkada Serentak Sepi Pemilih
TRIBUN MEDAN/JEFRI SUSETIO
Ketua KPPS 9, Uis Indah Sari yang berpakaian ala warga Tionghoa, memperlihatkan kertas suara di kompleks Asia Mega Mas, Medan, Rabu (9/12/2015). Hanya sedikit warga di sini yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan wali kota dan wakil wali kota Medan, bahkan lebih sedikit dibanding pada Pileg 2014 lalu. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Y Gustaman

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Target partisipasi pemilih dalam pilkada serentak 9 Desember 2015 sebesar 77,5 persen yang dipatok Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia meleset.

Kekurangan itu tak melulu penyelenggara pilkada tapi juga disebabkan peserta calon pilkada serentak dan keadaan sosial yang melingkupinya, padahal legitimasi mayoritas yang berpatisipasi menjadi dasar kepala daerah terpilih menjalankan kelak roda pemerintahannya.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, menilai KPU menghendaki partisipasi tinggi bertujuan mewujudkan agar pemimpin terpilih benar-benar berasal dari mayoritas suara rakyat, tapi apa boleh buat banyak faktor yang membuat partisipasi pemilih timpang.

"Pertama, terbatasnya pilihan pasangan calon dari yang diajukan partai politik, karena mayoritas daerah pilkada yang hanya diikuti oleh dua sampai tiga pasangan calon tidak secara maksimal mengakomodasi aspirasi masyarakat pemilih," ujar Masykurudin dalam keterangannya yang diterima Tribunnews.com, Jumat (11/12/2015).

Keterbatasan pasangan calon kepala daerah berpartisipasi harus diakui terbentur bukan pada kualitas, sehingga mau tak mau partai politik berpaling pada pasangan calon populer dan bermodal besar yang pada akhirnya membuat masyarakat terpaku pada pilihan yang ada.

"Kedua, perbedaan antara janji kampanye dengan realitas politik nasional. Terlihat, mayoritas materi kampanye pasangan calon adalah pemberantasan korupsi, pengelolaan pemerintahan yang transparan dan pengalokasian anggaran yang memihak rakyat," kata Masykurudin.

Berita Rekomendasi

Sayang seribu sayang, janji kampanye tak sebangun dengan apa yang terjadi di tingkat nasional, diperparah oleh praktik-praktik koruptif yang berulang sepanjang tahun. Jangan salahkan ketika keraguan masyarakat merumuskan toh siapa pun pemimpin yang memutar roda pemerintahannya tak benar-benar bersih dari praktik kotor korupsi.

Faktor terakhir, imbuh Masykurudin, turunnya aktivitas sosialisasi dan pendidikan pemilih oleh penyelenggara pilkada serentak, mau tak mau harus diakui bahan kampanye yang disajikan KPU masih dipahami secara politis justru diterjemahkan oleh pasangan calon kepala daerah sementara jumlah kegiatan sosialisasi tatap muka oleh penyelenggara pilkada berkurang.

"Lihat saja, aktivitas sosialisasi KPU pun kurang melibatkan jumlah aktor, tokoh dan pegiat pendidikan pemilih di masyarakat sehingga ajakan datang ke TPS menggunakan hak suaranya berkurang," terang dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas