Pemberantasan Korupsi dengan Orientasi Kesejahteraan
Alexander menceritakan berbagai pengalamannya semasa bertugas sebagai Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor
Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Alexander Marwata, Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) menyampaikan makalahnya di depan Komisi III DPR RI, dengan judul memberantas Korupsi Menjadi Indonesia Sejahtera.
Dalam makalah itu, Alexander menceritakan berbagai pengalamannya semasa bertugas sebagai Hakim Ad Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Dalam paparannya, Marwata sependapat dengan wacana yang mendorong KPK memberi batasan tertentu atas kasus yang ditanganinya.
“Pernah dalam sehari, saya menangani dua puluh lima kasus. Mulai bersidang jam 10 pagi, baru selesai jam 10 malam. Pengadilan Tipikor sudah seperti pasar, saja,” urai Alexander saat menyampaikan makalahnya.
Semua itu, menurutnya, tak lepas dari longgarnya kasus yang ditangani KPK dalam upaya pemberantasan korupsi. Secara umum, Marwata sependapat bahwa orientasi pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK harus tertuju pada upaya untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat Indonesia. Kesejahteraan rakyat dalam hal ini merupakan persoalan mendesak yang harus dikawal oleh segenap lembaga negara, sehingga persoalan-persoalan lain akan lebih mudah ditangani, ketika taraf kesejahteraan Indonesia bergerak membaik.
Usai paparan tersebut, berbagai tanggapan mengucur dari segenap anggota Komisi III DPR. Raden Muhammad Syafii dari Fraksi Gerindera mempertanyakan kinerja KPK yang selama ini banyak melakukan penindakan, tapi belum cukup berhasil mengembalikan kekayaan negara yang dirampok para koruptor. Hal senada disampaikan olah Daeng Muhammad dari Fraksi Amanat Nasional yang mempertanyakan kiat Alexader guna menajamkan capaian KPK.
Dalam kerangka ini, Daeng melihat bahwa semenak dibentuk pada 2002, KPK belum berhasil memperlihatkan pemberantasan koripsi yang efektif. Banyak kasus ditangani KPK, tapi korupsi tidak juga berkurang, perilaku korup para pejabat masih saja ada. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai NasDem, Amelia Anggraini juga turut mengajukan pertanyaanya.
“KPK selayaknya menerapkan keseimbangan antara penindakan dengan pencegahan. Pemberantasan korupsi tak cukup menindak para perilaku yang terdeteksi, tapi juga harus mencegah agar perilaku korup tidak tumbuh dan terjadi berulang-ulang,” ungkap legislator dari Dapil Jawa Tengah VII ini.
Dalam hemat Amel, jika KPK terjebak pada orientasi penindakan maka para koruptor baru akan selalu tumbuh dan berganti, mengingat sifat korup itu sendiri melekat pada predikat kekuasaan. Oleh karena itu, Amel mempertanyakan kiat Marwata selaku Capim KPK dalam menyusun mekanisme internal KPK yang berimbang antara penindakan dan pencegahan korupsi.
Selain itu, Amel juga mempertanyakan pandangan Marwata terkait status kelembagaan KPK, apakah bersifat ad hoc ataukah permanen. Jika ad hoc, berapa lama seharusnya KPK bertahan, dan jika bersifat permanen, bagaimana posisi kelembagaannya terhadap institusi hukum lainnya.
Menanggapi pertanyaan itu, Alexander Marwata sependapat bahwa KPK harus lebih proporsional dalam melakukan pencegahan mau pun penindakan korupsi. Dia menegaskan, bahwa KPK harus lebih intensif dan rapi menjalin kerjasama dengan berbagai instansi pemerintahan guna memaksimalkan upaya pencegahan korupsi tersebut. Selain itu, dia juga mengutarakan penindakan korupsi perlu dilakukan dengan lebih lengkap dan sistematis.
“Selama ini, 70 persen penindakan korupsi dilakukan berdasar laporan wistle blower, pengaduan masyarakat, atau karena tidak disengaja. Yang dilakukan berdasar hasil audir tidak lebih dari 30 persen,” ungkap Marwata.
Terkait kelembagaan KPK, dia menilai bahwa status ad hoc mau pun permanen, orientasinya harus tetap terarah pada upaya membebaskan Indonesia dari korupsi.
Menanggapi jawaban itu, Amel menilai bahwa Marwata masih belum tegas memberikan pandangannya terkait perdebatan seputar status kelembagaan KPK. Meski begitu, Amel menghargai jawaban tersebut, dan akan menimbang proses uji kelayakan tersebut, untuk dibahas bersama rekan satu fraksi, guna menentukan keputusan Fraksi NasDem. Tentu saja, penilaian itu akan dikomparasikan dengan bobot yang diperagakan para kandidat pimpinan KPK yang lain.