PPATK Temukan Potensi Penerimaan Pajak Lebih Dari Rp 25,9 Triliun
LHA tersebut berisi transaksi mencurigakan dan aset wajib pajak yang diduga disembunyikan.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Sepanjang tahun 2015, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus potensi pajak yang belum tertagih sebanyak Rp 25,9 triliun. Kepala PPATK Muhammad Jusuf, mengatakan pada tahun 2016 mendatang, lembaganya akan fokus menggali potensi tersebut.
"Tahun 2016 kita akan fokus pada pajak, supaya negri ini punya uang cukup," kata Muhammad Jusuf kepada wartawan, di kantor PPATK, Jakarta Pusat, Senin (28/12/2015).
Hingga akhir tahun 2015 ini, PPATK telah mengirim 220 laporan hasil analisis (LHA) kepada Ditjen Pajak. LHA tersebut berisi transaksi mencurigakan dan aset wajib pajak yang diduga disembunyikan.
Dari 220 LHA tersebut, sebanyak 76 LHA telah ditindaklanjuti dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sejumlah Rp 2,1 triliun. PPATK juga menerima permintaan informasi dari Ditjen Pajak tentang data kepemilikan rekening 3.100 wajib pajak penunggak pajak, dan telah ditindaklanjuti oleh PPATK dengan menyampaikan data 2.961 wajib pajak kepada Ditjen Pajak.
Dari data tersebut Ditjen Pajak telah menindaklanjuti sebanyak 2.393 data wajib pajak dengan total perkiraan hutang pajak sebesar Rp 25,9 triliun.
Selain dari laporan-laporan tersebut, potensi pajak juga terendus dari orang-orang yang diduga terlibat kejahatan. Muhammad Jusuf mengatakan ada kalanya laporan PPATK tidak bisa ditindak lanjuti penegak hukum, karena masalah teknis penyidikan.
Ia mengaku maklum bila laporannya sulit ditindak lanjuti. Menurutnya walaupun kejahatan sang pelaku belum bisa dibuktikan, setidaknya bisa ditarik pajak lebih tinggi oleh pemerintah, mengacu pada aset kekayaan yang terendus oleh PPATK. Ia mengklaim potensi pajak yang bisa didapat dari cara tersebut, mencapai triliunan rupiah.
"Ada jutaan data di PPATK yang bisa digali potensi pajaknya. Kalau kita bayangkan, harapan dari presiden (soal pajak) bukan utopia," jelasnya.
Namun sayangnya cara tersebut belum memiliki payung hukum, sehingga sulit untuk dilakukan. Kepala PPATK mengaku akan tetap berkordinasi dengan pihak Ditjen Pajak, untuk sama-sama berusaha agar pemerintah mau mendukung cara tersebut.