'10 Pempek' Bikin Budi dan Suzana Divonis 4 Tahun dan 2 Tahun Penjara
Bupati nonaktif Empat Lawang tersebut dinilai telah melakukan tindakan suap kepada Akil Mochtar
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Terdakwa kasus suap Hakim MK Akil Mochtar, Budi Antoni Aljufri dan Suzanna Budi Antoni harus menjalani hukuman selama 4 tahun untuk Budi Antoni dan 2 tahun untuk istrinya sesuai dengan putusan Ketua Majelis Hakim, Muhammad Mukhlis di pengadilan Tipikor, Jakarta.
Bupati nonaktif Empat Lawang tersebut dinilai telah melakukan tindakan suap kepada Akil Mochtar sebanyak '10 Pempek' atau Rp 10 miliar melalui Muhtar Effendy atas perkara hasil pemilihan (PHP) pilkada Empat Lawang di Mahkamah Konstitusi.
"Terdakwa Budi Antoni secara sah melakukan tindakan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut telah memberikan keterangan yang tidak benar dan dijatuhkan sanksi selama 4 tahun penjara untuk terdakwa Budi Antoni dan 2 tahun penjara kepada Suzana Budi Antoni," jelas Majelis Hakim Tipikor, Muhammad Mukhlis saat pembacaan putusan, Jakarta, Kamis (14/1/2016).
Selain kurungan penjara, terdakwa juga diharuskan untuk membayar sebanyak masing-masing Rp. 150 juta atau kurungan tambahan selama 2 bulan pejara.
Majelis hakim berpendapat bahwa hal tersebut sudah sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku serta untuk memenuhi prinsip keadilan kepada para terdakwa yang dipersidangkan.
Saat membacakan pertimbangan, majelis hakim mengatakan bahwa terdakwa masih mempunyai tiga anak yang harus diurus dan mendapat perhatian dari orang tuanya. Sehingga, mempengaruhi pertimbangan yang meringankan dari majelis hakim agar tidak mempunyai dampak psikologis bagi anak-anak pasangan suami istri tersebut.
Selain itu, majelis hakim juga menuturkan bahwa mereka sependapat akan adanya persengkongkolan jahat antara Muhtar Effendy dan Akil Mochtar serta menjadikan terdakwa sebagai korban dari konspirasi yang dimaksud.
"Majelis hakim sependapat bahwa terdakwa merupakan korban persengkongkolan jahat antara Muhtar Effendy dan Akil Mochtar karena keduanya mengatakan akan membantu terdakwa dalam persidangan sengketa hasil pilkada di MK," terang Mukhlis.
Majelis hakim juga menilai bahwa perbuatan Suzana Budi Antoni yang membantu memberikan uang tersebut terhadap Muhtar Effendy merupakan perbuatan seorang istri yang tunduk dan patuh sebagai seorang pendamping.
"Terdakwa 2 (Suzana Budi) yang membantu terdakwa satu dalam membantu perbuatan terdakwa 1 adalah wujud dari kepatuhan seorang istri terhadap suami," urai Mukhlis.
Masih Pikir-Pikir
Pengacara Budi Antoni, Gunawan Nanung mengatakan masih pikir-pikir terhadap putusan majelis hakim yang menghukum kliennya selama 4 dan 2 tahun tersebut. Pasalnya, majelis hakim masih memberikan waktu kepada jaksa penuntut umum dari KPK dan penasehat hukum selama tiga hari untuk mengajukan banding.
"Kami masih pikir-pikir dulu. Tunggu jaksa penuntut kalau mereka ajukan banding, kami siap. Tapi kami belum bisa putuskan akan ajukan banding atau tidak," ujar Gunawan usai persidangan.
Gunawan menjelaskan bahwa sebelumnya, tuntutan jaksa KPK untuk Budi Antoni Aljufri adalah enam tahun empat bulan penjara dan denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan. Sementara istrinya, Suzana Budi Antoni dituntut empat tahun dan denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan penjara.
Putusan majelis hakim, dinilai oleh timnya sudah benar karena sempat mengatakan bahwa terdakwa adalah korban dari konspirasi jahat Muhtar Effendy yang mengiming-imingi kemenangan di sengketa pilkada Kabupaten Empat Lawang.
"Memang betul klien kami itu korban. Makanya kami sepakat dengan majelis hakim. Terbukti di persidangan, Muhtar Effendy yang aktif untuk melakukan suap. Bukan klien kami," kata Gunawan.
Gunawan mengatakan bahwa Budi Antoni dan istrinya tidak mengenal Muhtar Effendy hingga pertemuan di Hotel Grand Melia Jakarta, dan kedatangan Muhtar Effendy yang mengatakan bahwa dirinya akan membantu sengketa pilkada dengan menunjukkan foto dirinya bersama Akil Mochtar.
Urai Air Mata
Dalam persidangan yang memakan waktu selama satu jam lebih lima belas menit tersebut, ratusan pendukung penuh sesak memadati ruang sidang Kartika II di gedung Tipikor Jln Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta. Hampir seluruh pendukung menggunakan baju berwarna putih sebagai bentuk dukungan terhadap pasangan suami istri tersebut.
Urai air mata juga tidak terelakkan ketika majelis hakim membacakan vonis kepada dua terdakwa tersebut. Puluhan pendukung terlihat menangis dan mengusapkan tisu ke mata mereka.
Begitu juga dengan Suzana Budi Antono yang memakai jilbab hitam dipadu dengan baju merah hitam saat persidangan berlangsung. Dirinya langsung memeluk pendukungnya dengan mata dan hidung yang memerah. Ia juga sempat menitikkan air mata saat memeluk erat pendukungnya.
Tidak banyak kata yang terucap dari bibirnya namun, dia sempat berterimakasih kepada para pendukungnya saat berpelukan. "Terimakasih, insya Allah kuat," ujarnya saat diberi pelukan dari para pendukung.
Pendukung setia terdakwa merupakan masyarakat Kabupaten Empat Lawang yang rela menuju Jakarta hanya untuk mendengarkan sidang putusan pasangan suami istri tersebut. Tidak terkecuali Aljafri yang sengaja datang untuk memberi dukungan meski harus menaiki pesawat.
"Saya rela naik pesawat pakai duit saya sendiri untuk mendukung pak Bupati. Beliau berjasa besar bagi kabupaten kami," ungkapnya saat ditemui di Tipikor.
Dirinya mengatakan bahwa tidak seharusnya Budi Antoni dan istri terjerat kasus hukum suap kepada Akil Mochtar. Pasalnya, dia yakin kemenangan di pilkada sudah diraih Budi Antoni tanpa harus menyuap hakim.
"Selisihnya hanya 996 suara. Saat dibuka di persidangan, memang sudah pasti menang. Pak Budi merupakan korban. Saya yakin itu," katanya.
Pasangan suami istri ini, terbukti secara sah dalam dakwaan pertama melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.(tribunnews/rio)