Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mega-Mega, Kisah Gelandangan Yogya Menang Lotre di Singapura

Sekelompok gelandang berhasil memenangkan lotre sebesar 10 juta dolar Singapore

Editor: Yudie Thirzano
zoom-in Mega-Mega, Kisah Gelandangan Yogya Menang Lotre di Singapura
Foto: Egy Massadiah
Pementasan teater Mega-Mega karya Arifin C Noer 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekelompok gelandang berhasil memenangkan lotre sebesar 10 juta dolar Singapore.

Girang bukan kepalang membuncah.

Mereka mabuk kepayang, euphoria, dan melampiaskan kemenangannya secara membabi buta. Ini adalah refleksi rasa dendam terhadap kemisikinan yang selama ini mendera mereka.

Kemiskinan yang membuat mereka tersingkirkan dan dihina orang.

Mereka segera mendatangi sebuah bank untuk menukar lotre dengan uang. Tetapi direktur bank itu menolak karena hari masih pagi buta dan bank belum buka.

Mereka tetap tidak bisa menerima dan memaksanya menukar saat itu juga. Akhirnya sang direktur menyarankan bahwa kalau ingin makan, belanja, ataupun foya-foya saat itu, tunjukan saja kupon lotre itu dengan pengumuman pemenang lotre di sobekan koran yang mereka bawa, sebagai jaminan pembayarannya.

Mereka senang sekali mendengarnya dan langsung pergi ke restoran untuk makan sepuasnya.

BERITA REKOMENDASI

Lalu mereka juga membeli Istana Keraton lengkap dengan rajanya. Jadilah mereka penguasa dan pemilik kerajaan Mega.

Itu adalah penggalan cerita naskah Mega,Mega karya Arifin C. Noer, produksi Program Studi Teater, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta yang akan dipentaskan pada tanggal 23 - 24 Januari 2016 di Malay Heritage Centre Singapore, mulai pukul 20.00 waktu Singapura.

Pementasan yang disutradarai oleh Bejo Sulaktono dan Produser Pelaksana Egy Massadiah ini mengisahkan tentang mimpi-mimpi orang miskin.

Mimpi-mimpi yang kerap mengganggu tidur.

“Ini kisah mimpi-mimpi orang-orang yang kalah dalam persaingan hidup. Mimpi-mimpi yang seolah-olah mau mengatakan bahwa hanya dengan bermimpilah mereka bisa jadi kaya raya. Bahwa nasib mereka memang cuma bisa bermimpi,” ungkap Egy Massadiah dalam surat elektronik kepada Tribunnews.com, sebelum bertolak ke Singapore Kamis 21 Januari 2016.


Naskah ini mendapatkan penghargaan sebagai lakon sandiwara terbaik tahun 1967 dari Badan Pembina Teater Nasional Indonesia (BPTNI).

Pernah dipentaskan oleh Teater Ketjil di Taman Ismail Marzuki pada tahun 1969 disutradarai oleh Arifin sendiri, dengan para pemain Sri Widiati Taufik, Rita Zahara, Taufik Efendi, Amak Baldjun, Ikranegara, Mansur Syahdan, dan Sardono W. Kusumo.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas