Perludem: MK Malas Sidangkan Sengketa Pilkada
Hal tersebut berdasarkan dari 147 daerah yang memasukkan sengketanya
Penulis: Amriyono Prakoso
![Perludem: MK Malas Sidangkan Sengketa Pilkada](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/pengamanan-sidang-putusan-gugatan-pilkada_20160121_164340.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni menjelaskan dengan adanya penerapan pasal 158 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang pilkada serentak, Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai sudah enggan untuk menyidangkan setiap sengketa perselisihan hasil pilkada (PHP).
"MK malas sidangkan pilkada. Kalau dilihat hanya pasal 158 saja, maka akan terdapat 98 sengketa lainnya digugurkan dan tidak akan ditindaklanjuti oleh MK," ujarnya saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Kamis (21/1/2016)
Hal tersebut berdasarkan dari 147 daerah yang memasukkan sengketanya, 40 diantaranya sudah diputus untuk tidak layak untuk diteruskan karena tidak dapat memenuhi syarat formil dan administrasi serta telah ditarik oleh pemohon.
Sementara hanya sembilan daerah yang menurut KPU, memasuki syarat pasal 158 UU Nomor 8 Tahun 2015 dan PMK Nomor 1 dan 5.
Sedangkan 98 daerah lainnya merupakan sengketa yang dimasukkan karena adanya kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif yang menyebabkan pihak pemohon kalah dalam kontentasi lima tahunan tersebut.
Namun, Titi juga mengakui bahwa saat ini MK sedang dalam keadaan tersandera oleh putusannya sendiri dalam putusan Nomor 51/2015 yang menyebutkan presentase selisih suara sebagai Open Legal Policy.
Sehingga atas dasar dalil tersebut, MK harus tetap konsisten.
"Tidak mungkin MK akan meloncat-loncat, yang satu dibatalkan, yang satu diteruskan. semuanya akan konsisten. Jadi akan terus seperti ini," tambahnya.
Dirinya juga mengatakan bahwa MK saat ini menilai bahwa pilkada yang dilangsungkan pada 9 Desember 2015 lalu, sudah berlangsung dengan jujur dan adil, serta membenarkan seluruh kinerja dari KPU di daerah.
Hal itu juga berlaku ketika MK hanya melihat perhitungan dari KPU dan tidak mempertimbangkan perhitungan dari pemohon.
"Logika MK itu, semua yang dilakukan oleh KPU di daerah, benar semua. Padahal di pilkada Provinsi Jatim waktu itu, presedennya, ada permufakatan jahat yang terstruktur, sistematis dan masif dan MK saat ini tidak menjalankan preseden itu," kata Titi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.