Mantan Menakertrans Muhaimin Iskandar Kembali Dipanggil Jaksa jadi Saksi Jamaluddien Malik
Ada beberapa nama diantaranya, adalah Abdul Muhaimin Iskandar, mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang dengan terdakwa mantan Direktur Jenderal Pembangunan Kawasan Transmigrasi (Dirjen P2KTrans) pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jamaluddien Malik, hari ini, Rabu (3/2/2016).
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), memanggil beberapa saksi untuk menggali kasus dugaan korupsi pembinaan dan pembangunan kawasan transmigrasi (P2KTrans) di Kemnakertrans tahun 2013-2014 ini.
Ada beberapa nama diantaranya, adalah Abdul Muhaimin Iskandar, mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Selain bekas atasan Jamaluddien, jaksa juga menghadirkan 17 saksi lain.
Dalam sidang minggu lalu, jaksa sebenarnya sudah meminta Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa tersebut untuk bersaksi. Namun Cak Imin panggilannya, tidak memenuhi panggilan sidang.
"Yang bersangkutan tidak hadir namun dengan keterangan surat," kata jaksa KPK Abdul Basir, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/1/2016) lalu.
Muhaimin sebelumnya pernah diperiksa KPK dalam penyidikan Jamaluddin Malik pada 28 Oktober 2015 dengan kapasitasnya selaku Menakertrans. Jamaluddin sendiri dijerat KPK selaku Dirjen P2KTrans.
Diberitakan sebelumnya, Jamaluddien didakwa melakukan pemaksaan kepada anak buahnya, para pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk mengumpulkan duit demi membiayai keperluan pribadi Jamal.
Selain itu, bersama Achmad Said Hudri selaku Sekretaris Ditjen (Sesditjen) P2KTrans telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
Jaksa KPK Mochamad Wirasakjaya dalam persidangan menyebutkan, terdakwa mempunyai kekuasaan untuk mengawasi, memimpin, mengkoordinasikan, memberikan bimbingan dan petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya pada Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi memerintahkan para pejabat pembuat komitmen (PPK) yang berada di bawah lingkup Ditjen P2KTrans untuk menyerahkan sejumlah uang yang guna kepentingan terdakwa.
Menurutnya Jamaluddien telah memerintahkan para pejabat pembuat komitmen (PPK) yang berada di bawah lingkup Ditjen P2KTrans. Yakni Djoko Haryono, Rini Nuraini, Darmansyah Nasution, Rina Puji Astuti, Rini Birawaty, Mamik Riyadi, dan Syafrudin untuk memberikan sejumlah uang padanya untuk keperluan pribadinya.
Mereka diketahui melakukan pemotongan pembayaran dengan cara mencairkan anggaran untuk kegiatan fiktif yang bertentangan dengan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
"Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri," kata jaksa Wiraksajaya saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (2/12/2015).
Jamaluddien pun menerima uang total Rp 6,734 miliar hasil setoran uang dari para PPK pada tahun 2013 ataupun tahun 2014 saat Kemenakertrans dipimpin Muhaimin Iskandar. Seluruh duit diserahkan dalam bentuk tunai.
JPU menjelaskan, uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi Jamaluddien. Misalnya, membiayai pengajian dalam rangka ulang tahunnya, mendanai acara pengajian rutin, serta uang saku perjalanan ke luar negeri.
Diduga uang itu tidak hanya mengalir ke Jamaluddien, ada pihak lain yang kecipratan.
"Untuk diberikan kepada staf khusus menteri, membayar pembantu di rumah dinas terdakwa, biaya operasional terdakwa, pajak mobil pribadi, pembuatan baju terdakwa, tagihan karangan bunga, beli satu unit treadmll dan kepentingan terdakwa lain," kata jaksa.
Jamaluddien juga memberikan uang kepada Achmad Said sebesar Rp 30 juta, I Nyoman Susinaya Rp 147 juta, dan Dadong Irbarelawan Rp 50 juta.
Atas tindakan yang dilakukan, Jamal didakwa melanggar Pasal 12 huruf e UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaiman telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.