Napi Terorisme Bertanya: Bang Dosa Enggak Kalau Kita Menjawab Pertanyaan Polisi?'
Pengamat Terorisme yang juga mantan anggota Jemaah Islamiyah, Nasir Abbas, menceritakan pengalaman saat berkunjung ke lapas narapidana terorisme.
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, Jakarta - Pengamat Terorisme yang juga mantan anggota Jemaah Islamiyah, Nasir Abbas, menceritakan pengalaman saat berkunjung ke lapas narapidana terorisme.
Salah seorang napi terorisme sempat melontarkan pertanyaan kepadanya. "Bang, dosa enggak kita menjawab pertanyaan polisi?" ujar Nasir menirukan pertanyaan napi tersebut dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Selasa (2/2/2016).
Nasir sempat kebingungan menerima pertanyaan itu. Ternyata, kata dia, para napi terorisme tersebut seringkali tak kooperatif saat ditanya polisi karena mereka takut berdosa.
Pasalnya, mereka menilai, polisi adalah kafir sehingga jika menjawab pertanyaan, apalagi memberikan informasi penting kepada polisi, termasuk perbuatan dosa.
"Itu yang membuat mereka tidak mau bicara," kata Nasir.
Ia pun memberikan nasihat kepada napi tersebut bahwa segala sesuatu tergantung niatnya. Jika memberikan informasi dengan niat baik, katanya, maka mereka justru akan menerima pahala.
Misalnya untuk mencegah rekan-rekannya tak lagi membuat bom. Kecuali, jika informasi yang dibocorkan tersebut mencelakakan orang.
"Itulah keyakinan yang perlu kita pecahkan kepada mereka bahwa membantu polisi untuk menghetikan aksi bom adalah aksi yang baik bukan untuk mencelakakan orang," imbuhnya.
Nasir juga menceritakan bawa ada sejumlah napi terorisme yang salah dalam menafsirkan salah satu ayat Al Quran. Salah satunya surat Al Anfal ayat 60.
Adapun bunyi ayat tersebut adalah "Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berpegang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya."
"Oleh Departemen Agama diterjemahkan "menggetarkan" tetapi oleh mereka diterjemahkan "meneror".
Jadi, kata mereka, Allah perintahkan untuk meneror, makanya mereka bangga," paparnya.
Nasir menambahkan, itulah pentingnya deradikalisasi. Pasalnya, deradikalisasi menurut dia adalah komunikasi. Cara tersebut dinilai lebih efektif ketimbang hukuman kurungan seumur hidup.
"Deradikalisasi adalah komunikasi. Membangun komunikasi. Bukan membuat mereka jera dengan penjara seumur hidup, belum tentu, tetapi tanpa ada komunikasi," ujarnya. (Nabilla Tashandra)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.