Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Berkaca Kasus Gafatar, Sistem Informasi Data Keagamaan Dinilai Masih Buruk

Komisi Informasi Pusat (KIP) menilai sistem informasi dan data tentang keagamaan di Indonesia sangat buruk.

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Berkaca Kasus Gafatar, Sistem Informasi Data Keagamaan Dinilai Masih Buruk
net
Logo Gafatar 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Informasi Pusat (KIP) menilai sistem informasi dan data tentang keagamaan di Indonesia sangat buruk.

Persoalan itu pun harus segera dibenahi.

"Hal ini bisa dilihat dari mencuatnya kasus Gafatar yang ketika kasus ini meletup, para pemangku kepentingan kebingungan dan kurang sinkron dalam menanganinya," kata Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono melalui pesan singkat, Jumat (5/2/2016).

Kata dia, inisiatif membongkar gerakan tersebut justru muncul dari masyarakat dan media.

Jika sistem informasi dan data sudah terbangun baik, kata Abdulhamid, semestinya kasus banyaknya orang hilang dan pembakaran permukiman mereka di Kalimantan Barat tidak akan terjadi.

Jika sistem informasi dan data baik, tidak akan ada kebingunan pemerintah dalam menangani pascapengusiran mereka dari Kalimantan Barat.

Berita Rekomendasi

"Bahkan jika sistem informasi dan data terkelola baik, kejadian-kejadian tersebut bisa dicegah sebelumnya," katanya.

Abdulhamid mengatakan para pemangku kepentingan
seharusnya memilki informasi dan data tentang gerakan Gafatar secara baik karena Kemendagri tahun 2012 sudah melarangnya.

Ia menyebutkan para pemangku kepentingan tersebut telah kecolongan dalam kasus Gafatar.

"Masyarakat yang mengekspose lewat media sosial. Yaitu setelah seorang dokter di Jogja yang kehilangan istri dan anaknya, lalu mencarinya dengan mengunggah foto lewat media sosial," tuturnya.

Lanjut dia, setelah pengunggahan di Medsos pun yang bergerak justru media massa dan medsos, bukannya para pemangku kepentingan.

"Akibatnya timbul suasana panas lalu terjadi pembakaran permukiman mereka di Kalbar," kata dia.

Seharusnya semenjak organisasi tersebut dilarang tahun 2012, lanjut Abdulhamid, baik Kemendagri, Kemenag, dan BIN sudah memiliki data tentang arah aliran keyakinan mereka, data mantan pengurus dan anggotanya, jenis dan lokasi kegiatan Gafatar.

Ia mengatakan lembaga seperti MUI juga tak berperan baik.

Mestinya MUI memiliki informasi dan data tentang kelompok seperti ini.

"MUI saat ini sepertinya hanya menjadi juru stempel tentang halal-haram makanan dan sesat atau tidak sesatnya suatu aliran. Mestinya MUI bergerak jauh lebih luas dari itu, yaitu masuk ke kegiatan pencegahan." kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas