Pemerintah Disarankan Revisi UU Otsus Papua
Wacana Revisi UU tentang Pemerintahan Otonomi Khusus Bagi Provinsi di Tanah Papua menekankan pada 25 sektor strategis pembangunan.
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Irian Institute, Moksen Idris Sirfefa mengungkapkan bahwa masyarakat Papua menginginkan adanya Revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua masuk dalam Program legislasi Nasional tahun 2016.
Menurut Moksen, Undang-Undang tersebut perlu adanya penyempurnaan. Ia melihat masih ada kesejahteraan masyarakat Papua yang belum membaik setelah Undang-Undang ini bergulir.
"Saran saya kepada pemerintah khususnya kementerian-kementerian terkait untuk meninjau kembali draft Revisi UU Otsus ini. Tinggal dimatching-kan saja. Yang penting kalau mau mengetahui keinginan rakyat Papua sekarang, maka bacalah revisi UU ini," ujar Moksen di kawasan Jakarta Selatan, Jakarta, Sabtu (6/2/2016).
Jika dalam Undang-Undang Otsus Papua hanya ada 9 sektor strategis pembangunan, maka dalam wacana Revisi UU tentang Pemerintahan Otonomi Khusus Bagi Provinsi di Tanah Papua menekankan pada 25 sektor strategis pembangunan.
25 sektor itu, kata Moksen diantaranya adalah perekonomian dan investasi daerah, koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah, kebudayaan, hak atas kekayaan intelektual, kependudukan dan ketenagakerjaan dan lain sebagainya.
Berkaitan dengan program-program pembangunan yang direncanakan oleh pemerintahan Jokowi-JK di Papua, melalui undang-undang inilah sinergi program pemerintah dengan program pemerintah provinsi dan kabupaten dapat dijalankan.
"Karena itu, revisi ini akan memberikan peran besar atau asas pengakuan, perlindungan, penguatan pemerataan, perwakilan, perdamaian dan juga persamaan bagi pembangunan dan kemasyarakatan di Papua," kata Moksen.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis mengatakan sebaiknya Undang-Undang tentang Otsus Papua direvisi yang isinya tentu memberikan pelimpahan dan distribusi kewenangan dari pusat ke daerah.
"Jadi tidak hanya sekadar revisi, tapi harus ada skema peletakan kewenangan khusus. Ini khususnya karena ada kewenangan tambahan , bisa itu ke Provinsi atau Kabupaten/Kota," ucap Margarito.