Ketua DPR Komitmen Tak Tambah Poin Revisi UU KPK
"Saya akan menjaga dengan baik komitmen itu, tidak ada ditambahi, tidak akan dikurangi dari empat itu,"
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penolakan terhadap Revisi UU KPK terus bergulir.
Sebanyak 57 ribu orang menandatangani petisi online menolak perubahan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK tersebut.
Namun, Badan Legislasi (Baleg) DPR telah memutuskan untuk melanjutkan pembahasan revisi undang-undang tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPR Ade Komarudin menegaskan tetap berkomitmen tidak akan menambah maupun mengurangi empat poin yang akan direvisi.
"Tidak ada masalah jika pasal yang menjadi perubahan, tidak boleh lebih dari itu dan saya sudah berikan komitmen," kata Akom, sapaan akrab Ade Komarudin di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (11/2/2016).
Dikatakan dia, dirinya akan menjaga komitmen tersebut dengan tidak menambah poin yang akan direvisi.
"Saya akan menjaga dengan baik komitmen itu, tidak ada ditambahi, tidak akan dikurangi dari empat itu," tambah dia.
Poin perubahan dalam revisi UU KPK menyangkut pembentukan Dewan Pengawas, penyadapan, kewenangan SP3, dan penyidik independen.
Sedangkan mengenai penolakan masyarakat serta Komisioner KPK terhadap revisi tersebut, Akom menghargai setiap pendapat.
"Saya tahu aspirasi dan saya tahu dibelakang itu (ada penolakan). Kita harus berada pada posisi masing-masing. Saya memahami itu," tutur Politikus Golkar itu.
Sedangkan pada rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR kemarin, terjadi perubahan terhadap revisi UU KPK.
Dalam rapat tersebut hanya Fraksi Partai Gerindra yang menolak pembahasan revisi itu dilanjutkan.
Ketua Panja pengharmoniasian, Firman Soebagyo mengatakan tidak hanya empat poin yang akan direvisi dalam UU KPK tetapi ada tambahan sebanyak 12 poin.
Adapun 12 poin tambahan revisi UU KPK tersebut diantaranya;
1. Nomenklatur "Kejaksaan Agung Republik Indonesia" dalam pasal 11 ayat 2, pasal 45 ayat 1 dan 2, pasal 45A ayat 2, dan pasal 45B diubah menjadi "Kejaksaan' sebagaimana tertulis dalam undang-undang No 30 tahun 2002 tentang KPK.
2. Nomenklatur "Kepolisian Negara Republik Indonesia" dalam pasal 11 ayat 2, 43 ayat 1 dan 2, pasal 43A ayat 2, pasal 43B, pasal 45 ayat 1 dan ayat 2, pasal 45A ayat 2, pasal 45B diubah menjadi "Kepolisian" sebagaimana tertulis dalam undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
3. Frasa "Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana" dalam pasal 38 dan pasal 46 ayat 1 diubah menjadi "Undang-Undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana.
4. Pasal 32 ditambahkan ketentuan bahwa "Pimpinan KPK yang mengundurkan diri, dilarang menduduki jabatan publik".
5. Pasal 32 ayat 1 huruf c ditambahkan ketentuan pemberhentian tetap pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
6. Pasal 37D, tugas dewan pengawas ditambah yakni; a. memberikan izin penyadapan dan penyitaan b. menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan KPK.
7. Pasal 37D, dalam memilih dan mengangkat dewan pengawas, presiden membentuk panitia seleksi.
8. Pasal 37E, ditambahkan 1 ayat dengan rumusan "anggota dewan pengawas yang mengundurkan diri dilarang menduduki jabatan publik".
9. Pasal 40 mengenai SP3, pemberian SP3 harus disertai alasan dan bukti yang cukup dan harus dilaporkan pada dewan pengawas, serta dapat dicabut kembali apabila ditemukan hal-hal baru yang dapat membatalkan alasan penghentian perkara.
10. Pasal 43 ditambah ketentuan bahwa pimpinan KPK dapat mengangkat penyelidik sendiri sesuai dalam persyaratan dalam undang-undang ini.
11. Pasal 45, ditambah ketentuan bahwa pimpinan KPK dapat mengangkat penyidik sendiri sesuai persyaratan dalam undang-undang ini.
12. Pasal 47A dalam keadaan mendesak, penyitaan boleh dilakukan tanpa izin dari dewan pengawas terlebih dahulu.