Revisi Bisa Menjadikan KPK Seperti 'Macan Ompong'
Boyke Novrizon mengkritik revisi UU KPK
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Wakil Ketua Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Boyke Novrizon mengkritik revisi UU KPK yang menurutnya, hanya untuk melemahkan lembaga anti rasuah tersebut.
Ia mensinyalir niat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kinerjanya mencegah dan menjerat serta menghukum pelaku korupsi dihalang-halangi.
"Padahal rakyat Indonesia menginginkan agar Indonesia bisa keluar dari benang kusut korupsi, agar kemudian bisa menjadi sebuah negara yang kuat secara ekonomi dan politik. Serta negara yang memegang teguh etika dan moral karakter rakyatnya, terutama pejabat negara, pemimpin serta birokrat," ungkap Boyke, Jumat (19/2/2016).
Boyke mencatat ada empat poin yang dianggap sangat mengkhawatirkan dan tidak hanya melemahkan kekuatan KPK semata.
Namun, lanjutnya, lebih jauh lagi bisa membunuh eksitensi serta karakter KPK sebagai sebuah lembaga hukum negara yang saat ini menjadi momok menakutkan bagi penggiat anti korupsi di Indonesia.
Poin-poin itu diantaranya dibentuknya Dewan Pengawas. Menurut Boyke pembentukan Dewan Pengawas terhadap KPK akan membatasi ruang gerak dan langkah Instansi ini dalam melakukan kinerja'nya melakukan pencegahan dan pemberantasan Korupsi di'indonesia.
Dibatasinya kewenangan penyadapan dibatasi. Apabilla kewenangan ini dicabut, kata Boyke, maka kekuatan KPK dalam melakukan proses pengawasan terhadap target koruptor akan hilang dan mati.
Poin lain, lanjutnya pemberlakuan SP3. Boyke mengungkapkan dengan diberlakukannya SP3 di instasi KPK, akan membuka ruang negosiasi kasus, intervensi dari kekuatan politik luar sangat tajam.
Terlihat, serta akan terjadinya transaksional kepentingan yang dilakukan para oknum para Pimpinan KPK terutama kasus korupsi besar yang juga bernuansa politik.
"Surat Perintah Penghentian Penyidikan ini akan dapat di manfaatkan kapan pun oleh para koruptor yang bekerjasama dengan kekuatan Partai Politik dan Penguasa dalam mencapai kepentingannya dalam membeli kasus para koruptor,"terangnya.
Selain itu, poin lain yang mengkhawatirkan rekruitmen penyelidik dan penyidik independen. Padahal, pada pasal 43 dan 45 UU KPK, penyidik harus berasal dari Kepolisian dan Kejaksaan Agung yang diperbantukan.
"Bukan merekrut Penyidik Independen diluar kedua instansi Kepolisian dan Kejaksaan,"tegas Boyke yang juga Ketua Umum Angkatan Muda Demokrat (AMD).
Boyke kemudian menyimpulkan, dalam upaya revisi tersebut tidak ada satu pun pasal yang memperkuat KPK atas kewenangan itu. Sebaliknya, dengan dilakukannya revisi UU KPK maka secara otomatis kewenangan kekuatan di lemahkan juga diperkecil, serta Indendensi KPK dipertanyakan keabsahannya.
"Penyadapan oleh KPK itu sudah konstitusional karena sudah dua kali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK). Seharusnya tidak ada lagi argumentasi dan alasan yang dicari-cari untuk merevisi kewenangan penyadapan oleh KPK,"ungkapnya.
Sedangkan mengenai wewenang Dewan Pengawas yang melakukan penyadapan, kata Boyke hal ini melangkahi kewenangan pimpinan KPK. Boyke berkeyakinan dalam penanganan perkara korupsi, KPK cenderung lebih cepat dan efekif dengan alat buktinya.
Hal itu, karena saat mereka menyelidiki itu, jaksa-jaksa sdh meneropong penyidik KPK sehingga menjadi lebih cepat dan efektif dengan penyitaan-penyitaan yang dilakukannya.
Atas hal itu, Partai Demokrat dan juga Angkatan Muda Demokrat (AMD) menolak revisi UU KPK, terkait draf revisi yang diusung DPR & Pemerintahan Jokowi- JK.
"Sangat pantas untuk ditolak, sebab dari poin-poin tersebut sudah pasti melemahkan KPK dan akan menjadian KPK sebagai macan ompong tanpa taring dan kuku," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.