Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bersaksi di Sidang Nazaruddin Yulianis Sebut Wayan Koster Terima Fee

Yulianis menjadi saksi dalam sidang untuk terdakwa Muhammad Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (24/2/2016) kemarin

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Bersaksi di Sidang Nazaruddin Yulianis Sebut Wayan Koster Terima Fee
TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Yulianis (tengah) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Grup, Yulianis menjadi saksi dalam sidang untuk terdakwa Muhammad Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (24/2/2016) kemarin.

Dalam persidangan, Yulianis menyebut ada aliran dana ke politikus PDI-Perjuangan I Wayan Koster dari Permai Grup, perusahaan milik Muhammad Nazaruddin.

Selain Wayan, beberapa pejabat negara seperti Tamsil Linrung yang kini menjabat Wakil Ketua Komisi VII dan mantan Menteri Perhubungan Freddy Numberi juga ikut disebut.

Uang itu diberikan, kata Yulianis, sebagai fee atas sejumlah proyek yang dimenangkan Permai Group di DPR. Demikian dikatakan Yulianis saat bersaksi untuk kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk terdakwa Nazaruddin.

"Agelina Sondakh, I Wayan Koster. Ada juga untuk Pak Said. Pak Said Komisi Agama, Tamsil Linrung. Freddy Numberi, Muhidin, Yoseph," kata Yulianis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya Kemayoran, Jakarta Pusat.

Namun demikian, Yulianis tak merinci secara mengenai aliran uang itu. Menurutnya, uang itu diberikan kepada mereka supaya perusahaan milik Nazaruddin dikawal mendapatkan proyek.

Berita Rekomendasi

Bahkan, lanjut Yulianis, hingga perusahaan milik Nazarudin dimenangkan untuk mendapatkan proyek yang ada di masing-masing komisi tersebut.

"(Uang itu) untuk dapat anggaran proyek. Kalau untuk panitia supaya proyek jalannya smooth. Supaya jalannya baik dan gak diganggu. Bisa juga begitu (agar dimenangkan)," katanya.

Diberitakan sebelumnya, mantan Bendahara Partai Demokrat ini, dinilai telah melakukan beberapa perbuatan yang dipandang sebagai perbuatan memperkaya diri sendiri.

Sehingga merupakan beberapa kejahatan selaku pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR periode 2009-2014.

Jaksa Kresno Anto Wibowo saat membacakan dakwaan menyebutkan, Nazaruddin diduga menerima uang sebesar Rp23.199.278.000 atau setidak-tidaknya sejumlah itu dari PT Duta Graha Indah (PT DGI) yang diserahkan oleh Mohammad El Idris.

Dia juga didakwa menerima uang tunai sebesar Rp17.250.750.744,00 atau setidak-tidaknya sejumlah itu dari PT Nindya Karya yang diserahkan melalui Heru Sulaksono.

"Padahal diketahui, atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentang dengan kewajibannya," kata Jaksa Kresno di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (10/12/2015).

Menurutnya, uang dengan total Rp40 miliar lebih tersebut diduga sebagai imbalan atau fee, karena terdakwa dianggap telah mengupayakan PT DGI dalam mendapatkan proyek pemerintah tahun 2010. Yaitu proyek pembangunan Gedung di Universitas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi, Badan Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP21P) Surabaya tahap 3, Rumah Sakit Adam Malik Medan, Paviliun RS Adam Malik, RS Inspeksi Tropis Surabaya, RSUD Ponorogo.

Serta imbalan lantaran terdakwa dianggap telah mengupayakan PT Nindya Karya dalam mendapatkan proyek pembangunan Ratting School Aceh serta Universitas Brawijaya tahun 2010.

"Padahal terdakwa selaku anggota DPR RI dalam tugasnya tidak boleh melakukan pengaturan proyek-proyek pemerintah dengan maksud mendapatkan imbalan dari pihak lain," kata Jaksa Kresno.

Jaksa menilai perbuatan Nazaruddin tersebut dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 angka 4 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Kemudian Pasal 208 Ayat (3) Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta keputusan DPR RI Nomor:01/DPR RI/I/2009-2010 tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI.

Atas perbuatannya, Nazaruddin diancam melanggar Pasal 12 huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 65 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas