Laksamana Sukardi Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Pembangunan Menara BCA
Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Laksamana Sukardi hadir memenuhi panggilan pemeriksaan Kejaksaan Agung.
Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Laksamana Sukardi hadir memenuhi panggilan pemeriksaan Kejaksaan Agung.
Ia diperiksa sebagai saksi terkait dugaan korupsi pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski tahun 2004.
Laksamana Sukardi hadir di Gedung Bundar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada sekitar 09.30 WIB, mengenakan kemeja putih.
Anggota Kabinet Pimpinan mantan Presiden Megawati Sukarnopurti tersebut mengaku diperiksa atas jabatan yang pernah dia duduki.
"Saya diperiksa selaku menteri," kata Laksamana seraya memasuki Gedung Bundar Jampidsus, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (1/3/2016).
Laksamana menyebutkan pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski merupakan bagian operasional yang tidak dia kuasai secara rinci.
"Tataran policy (kebijakan) yang saya ketahui," kata Laksamana.
Sebagai informasi, Kejagung telah meningkatkan status kasus dugaan korupsi pembangunan Apartemen Kempinski dan Menara BCA pada 2004, ke tahap penyidikan.
Hal tersebut seiring dengan keluarnya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) nomor Prin-10/F.2/Fd.1/02/2016.
Dalam upaya menguak kasus ini, Kejaksaan telah memanggil Direktur Utama PT HIN Iswandi Said untuk dimintai keterangan.
Tim penyidik juga telah menggeledah Menara BCA dan Apartemen Kempinski, Thamrin, Jakarta Pusat.
Dalam penggeledahan tersebut, tim Kejagung membawa sejumlah dokumen yaitu risalah rapat terkait kerjasama BOT (built, operation, transfer), dokumen pengembangan, proposal PT CKBI, dan rekap penerimaan kompensasi BOT.
Arminsyah menjelaskan awal mula perkara ini adalah adanya pembangunan dua tower yaitu Menara BCA dan Apartemen Kempinski diluar perjanjian.
Dalam kontrak BOT yang ditandatangi 13 Mei 2004 lalu, hanya ada empat bangunan yang dibangun diatas tanah negara yang diterbitkan atas nama PT Grand Indonesia yaitu Hotel bintang lima, dua pusat perbelanjaan, dan fasilitas parkir.
Selain itu, ada permasalahan perpanjangan kontrak kerjasama.
Awalnya, kontrak kerjasama hanya berlangsung selama 30 tahun dimulai dari 2004.
Tapi pada 2010, kontrak kembali diperpanjang 20 tahun sehingga total kerjasamanya 50 tahun.
Serta permasalahan pengalihan kontrak dari PT Citra Karya Bumi Indah kepada PT Grand Indonesia.
Masalahnya, sertifikat HGB diagunkan oleh PT Grand Indonesia kepada bank untuk memperoleh kredit.
Dengan adanya permasalahan tersebut diduga negara mengalami kerugian sekitar Rp 1,2 trilun.