Bambang Widjojanto: Kita Harus Move On
Menurut Bambang, meski tidak mudah, pemberantasan korupsi harus terus dilakukan.
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Eri K Sinaga dan Theresia Felisiani
Tribunnews.com, JAKARTA-Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto, meminta masyarakat sipil dan KPK terus melanjutkan kerja pemberantasan korupsi.
Menurut Bambang, meski tidak mudah, pemberantasan korupsi harus terus dilakukan.
"Saya ingin gunakan kesempatan deponir untuk mendorong dan menyemangati bahwa upaya pemberantasan korupsi perlu terkonsolidasi, karena memang jalannya terjal, masih panjang," kata Bambang, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (4/3).
Namun, pernyataan Bambang sekana ditentang Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti. Meski menerima keputusan Jaksa Agung, HM Prasetyo yang mendeponering kasus mantan Pimpinan KPK, Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW), namun seharusnya dua kasus yang menyorot perhatian publik ini diakhiri di pengadilan sehingga bisa terbukti siapa yang bersalah siapa yang tidak.
"Kita kan negara hukum, tidak boleh ada warga negara yang kebal hukum. Nilai keadilan itu paling utama, adil itu kalau prosesnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, diproses serta diputus oleh pengadilan. Ini yang harus jadi acuan, keadilan itu dimulai dari proses penyidikan, penuntutan sampai proses pengadilan. Hakimlah yang memutus apakah berslah atau tidak, bebernya.
Ditegaskan Badrodin, melalui jalur pengadilan lah bisa didapatkan kepastian hukum. Sehingga menurutnya apabila polisi dinilai melakukan ?kriminalisasi maka itu bisa dibuktikan di pengadilan. "Kalau polisi dikira kriminalisasi, apakah benar nanti itu bersalah atau tidak pengadilan yang akan menjawab. Hakim diharap memutus yang seadil-adilnya," tegas Badrodin.
Badrodin menambahkan masalah penegakan hukum bukan sekedar menghukung orang yang bersalah tapi ada pula unsur edukasi.
Bambang Widjojanto menambahkan, keputusan deponir terhadap kasus hukum yang menjeratnya harus dijadikan momentum untuk tetap membangun kebersamaan. Konsolidasi dari masyarakat sipil dan pegiat antikorupsi, kata dia, akan membuat pemberantasan korupsi terus berlanjut.
Bambang kemudian meminta agar para penerusnya tidak larut dalam masalah. Menurut dia, yang terpenting persoalan di masa lalu dijadikan pembelajaran agar masalah yang sama tidak terulang. "Kalau anak muda sekarang itu harus move on, yang penting ke depan harus lebih jelas," kata Bambang.
Sehari sebelumnya Kejaksaan Agung telah secara resmi mendeponir atau mengesampingkan perkara yang menjerat dua mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
Jaksa Agung M Prasetyo mengaku telah menerima berkas perkara itu secara lengkap atau P 21 dari kepolisian. Kejaksaan beralasan kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojanto dideponir karena kasus yang menimpa keduanya sebagai aktivis pemberantasan korupsi berdampak terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Selain itu, respons masyarakat terhadap kasus yang dianggap sebagai bentuk kriminalisasi ini dianggap akan berdampak terhadap pemerintah.
Bambang adalah tersangka dalam perkara dugaan menyuruh saksi memberi keterangan palsu di Sidang Mahkamah MK, pada 2010 silam. Saat itu, Bambang adalah kuasa hukum Ujang Iskandar, calon Bupati Kotawaringin Barat.
Kapolri memastikan, anggotanya yang adalah penyidik kasus mantan Pimpinan KPK, Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW) kecewa dengan keputusan Jaksa Agung. Meski ia juga meminta seluruh penyidik untuk menerima keputusan dari Jaksa Agung.
"Penyidik saya ini pasti kecewa, tapi saya paham bahwa jaksa agung menggunakan haknya. Kalau saya memahami," tutur Badrodin.
Jenderal bintang empat ini menambahkan pihak DPR telah memberikan pendapat yakni tidak setuju jika dua kasus itu dideponering. Dan sebagai Kapolri, Badrodin mengaku sudah memberikan pendapat juga pada Jaksa agung. "Saya sudah berikan pendapat, silahkan saja sepanjang persyaratan itu terpenuhi. Tapi Jaksa sudah menetapkan begitu ya sudah, itu hak mereka kan," tambahnya. (tribun/ther/eri)