Bersatunya Pekerja Pelabuhan Diperlukan untuk Garap Pontensi Maritim
Pekerja pelabuhan se-Indonesia telah membentuk aliansi nasional mencakup Pekerja sektor pelabuhan, sopir truk dan pekerja Tenaga Kerja Bongkar Muat
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pekerja pelabuhan seluruh Indonesia menyatukan kekuatan untuk mengembangkan potensi maritim nasional.
Pasalnya, potensi pekerja pelabuhan di Indonesia sangat besar.
"Apabila bisa disatukan, maka visi mewujudkan pembangunan pelabuhan yang dapat bersaing di kancah internasional sangat besar," ungkap Ketua Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal, Nova Hakim, Senin (7/3/2016).
Pekan lalu, telah diadakan silaturahmi pekerja pelabuhan nasional yang diadakan di kantor pusat Pelindo II, Jakarta.
Ketua Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia II, Noval Hayin mengatakan, pekerja pelabuhan menjadi garda depan dalam memajukan pelabuhan-pelabuhan tidak hanya di Jakarta namun juga di daerah-daerah.
"Pekerja pelabuhan nasional perlu disatukan untuk garap potensi maritim dan mendukung program pemerintah," ungkapnya.
Saat ini pekerja pelabuhan se-Indonesia telah membentuk aliansi nasional mencakup Pekerja sektor pelabuhan, sopir truk dan pekerja Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM).
Aliansi pekerja pelabuhan ini yaitu pekerja dari PT Pelindo I-IV, JICT, TPK Koja, MTI, SPASI, SPC, SPASI, SP Rumah Sakit Pelabuhan dan SP Koperasi Karyawan Pelabuhan.
Beberapa hal yang menjadi agenda besar para pekerja pelabuhan yaitu penolakan perpanjangan kontrak JICT dan TPK Koja yang merugikan negara dan melanggar Undang-Undang.
Perpanjangan kontrak ini pun tengah diselidiki mendalam oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Masalah lain yang perlu diperjuangkan yakni terkait kesejahteraan pekerja dan status kerja karyawan yang masih belum jelas. Jika hal ini clear antara manajemen perusahaan dan pekerja, maka daya saing pelabuhan Indonesia dapat ditingkatkan signifikan," tegasnya.
Selama ini pola manajemen di BUMN pelabuhan kental dengan manipulasi dan intimidasi.
"Jika di BUMN saja seperti ini, bagaimana dengan perusahaan swasta. Otomatis pekerja menjadi hanya menjadi korban kebijakan korporasi," kata Nofal.