PPP Kubu Djan Faridz: Jokowi Disusahkan oleh Anak Buahnya
Humprey R Djemat menyayangkan sikap Kemenkumham yang berlarut-larut dalam menangani sengketa partai PPP
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP PPP kubu Djan Faridz, Humprey R Djemat menyayangkan sikap Kemenkumham yang berlarut-larut dalam menangani sengketa partai PPP, terlebih pada saat berlangsungnya pengadilan di PN Jakarta Pusat, Selasa pagi tadi.
Menurutnya, Presiden Joko Widodo saat ini selalu disusahkan oleh anak buahnya sendiri.
"Kasihan Pak Jokowi yang sudah mengikuti aturan, tapi malah disusahkan oleh anak buahnya sendiri. Ini kan harusnya bisa cepat, tapi saya menilai tidak ada niat baik dari Kemenkumham," jelasnya di Kantor DPP PPP, Jakarta, Selasa (29/3/2016).
Humprey menceritakan, dalam persidangan, Kemenkumham hanya memberikan surat tugas kepada hakim yang yang mengadili, padahal surat kuasa sudah seharusnya diberikan kepada yang berwenang.
Terlebih, permintaan pihak Kemenkumham yang akan memakai jasa Kejaksaan sebagai kuasa hukum dari pihaknya. Humprey mengatakan seharusnya hal tersebut tidak perlu, cukup menyerahkan surat kuasa kepada Biro Hukum Kemenkumham.
"Tadi hakim juga bilang kalau pakai kuasa hukum dari Kejaksaan pasti akan memakan waktu hingga satu bulan. Harusnya cukup biro hukum kalau Kemenkumham punya niat baik," jelasnya.
Dirinya juga mengatakan permintaan pencabutan SK Kemenkumham terhadap kubu Rommahurmuziy atau Rommy, serta meminta dana Rp 1 triliun merupakan hak yang diminta oleh PPP, karena sudah ada keputusan yang final dan mengikat.
"Kami sudah menang di pengadilan tertinggi. Mau ke pengadilan mana lagi? Pengadilan langit? Ini kami ketika kami meminta hak kami," tambahnya.
Diketahui, pada Oktober lalu Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menyatakan sah Surat Keputusan Menkumham soal pengesahan PPP kubu Romahurmuziy.
Keputusan MA tersebut membuat Menkumham Yasonna Laoly mencabut Surat Keputusan pengesahan Pengurus PPP hasil Muktamar Surabaya pimpinan Romahurmuziy pada Januari silam.
Menkumham lantas mengesahkan kembali pengurus PPP hasil Muktamar Bandung tahun 2011 dengan Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum Partai dan Romahhurmuziy sebagai Sekretaris Jendral selama enam bulan.
Menurutnya, gugatan ini yang pertama dilakukan pertama kali terhadap Presiden Jokowi, dimana tuntutan ganti ruginya sebesar Rp 1 triliun.
Humphrey mengatakan, Presiden Jokowi, Menkopolhulkam dan Menkumham memiliki hubungan yang tidak terpisahkan dalam rangka menjalankan pemerintahan.
Oleh karena itu, segala tindakan Menkumham dalam menjalankan pemerintahan khususnya dalam bidang hukum tidak lepas dari andil, pengawasan dan tanggungjawab Presiden Jokowi sebagai pimpinan.
"Perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemerintah telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Sehingga dituntut kerugian materil dan kerugian immateril," kata Humphrey.
Dirinya menjelaskan, kerugian materil berupa tidak dapat diterimanya dana bantuan partai politik tahun 2016 senilai sekitar Rp 7 miliar dan kerugian immaterilnya senilai Rp 1 triliun.
"Sementara itu kerugian immateril akibat hilangnya kepastian hukum dan hak politik, ketidakpercayaan kader PPP terhadap Muktamar Jakarta yang berdampak pada nama baik serta keresahan yang terus timbul di dalam tubuh organisasi PPP," tambahnya.
Dalam tuntutannya PPP meminta Menkumham Yasonna Laoly untuk membatalkan pengesahan Muktamar Bandung dan menghu mengesahkan kepengurusan Muktamar Jakarta.