Manfaat PNPM untuk Kaum Perempuan di Desa Dipertanyakan
sebagai organisasi yang bergerak dalam pemberdayaan perempuan, tentu selama bermitra dengan PNPM memiliki pengalaman yang cukup
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dianggap tidak memberi manfaat bagi masyarakat desa khususnya kaum perempuan yang berada di desa. PNPM Mandiri lebih mengutamakan proyek ketimbang pemberdayaan masyarakat. Masihkah layak dilanjutkan ?
Penilaian itu disampaikan Wakil Ketua Pelaksana Harian Institute Kapal Perempuan Budhis Utami dalam pernyataannya, Kamis(31/3/2016).
Menurutnya, sebagai organisasi yang bergerak dalam pemberdayaan perempuan, tentu selama bermitra dengan PNPM memiliki pengalaman yang cukup memahami soal kinerjanya.
Ia menjelaskan, PNPM Mandiri cenderung hanya bersifat administratif, tanpa melakukan pelatihan-pelatihan untuk pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan di desa.
"Seharusnya kelompok simpan pinjam pemberdayaan perempuan itu adakan latihan-latihan. Tapi setelah kami temukan itu hanya administratif, soal pencairan, penagihan-penagihan. Pemanfaatan untuk perempuan miskin di desa itu tidak ada," kata Budhis.
Budhis mengatakan, beberapa dana anggaran PNPM juga kerap diselewengkan, salah satunya dana Simpan Pinjam Perempuan (SPP).
Menurutnya, di beberapa daerah kasus penyelewengan itu sudah masuk pengadilan bahkan sudah dipidana.
"SPP sendiri sebagai aspek kemanfaatan bagi perempuan, tapi kami tidak melihat kemanfaatan itu bagi perempuan desa. SPP dari PNPM itu tidak berjalan, karena dana yang seharusnya yang disetorkan itu tidak disampaikan," jelasnya.
Selain itu, kata Budhis, dari beberapa temuan di lapangan dan hasil laporan kerja PNPM soal Program Keluarga Harapan (PKH), semuanya sama.
Dari semua desa, laporan tersebut tidak ada perbedaan dari titik hingga koma.
"Laporan Program Keluarga Harapan, saya ambil sampel itu semua sama, dari 20 itu hanya satu yang berbeda laporannya," jelasnya.
Atas dasar itulah, Budhis menilai sebagian besar fasilitator PNPM lebih mengutamakan proyek ketimbang pemberdayaan masyarakat.
Untuk itu, Ia tidak setuju jika eks fasilitator PNPM secara otomatis jadi pendamping desa tanpa melalui seleksi.
"Jadi tidak serta merta menjadi fasilitator, tunggu dulu. Orang bekerja dimanapun harus dievaluasi, kalau ada yang bagus diteruskan, kalau ada yang buruk jangan diteruskan," tegasnya.
Sebab, kata Budhis, pendamping desa harus betul-betul memiliki dedikasi yang cukup tinggi bagi pemberdayaan masyarakat desa.
Untuk itu, perlu adanya seleksi yang cukup ketat dan transparan berdasarkan UU Desa.
"Maka memang pendamping desa itu harus memiliki dedikasi. Sehingga menurut saya pendamping desa yang sekarang itu tidak bisa dibatalkan, tapi pendamping desa sekarang harus dievaluasi setiap tahun," katanya.
Diketahui, eks fasilitator PNPM yang tergabung dalam Ikatan Pelaku Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (IPPMI) menggelar aksi di depan Istana Negara dan DPR, Rabu (23/3/2016).
Mereka menuntut agar secara otomatis menjadi pendamping desa tanpa melalui prosedur yang berlaku.
Beberapa perwakilan eks fasilitator PNPM itu mendapat karpet merah dari pihak Istana.
Mereka diterima oleh Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang juga sebagai politikus PDI Perjuangan (PDIP). Hal yang sama juga terjadi di DPR, eks fasilitator PNPM itu diterima oleh politikus PDIP Diah Pitaloka.