Fahri Hamzah Dipecat Lewat Office Boy
Fahri baru mengetahui kedatangan OB tersebut pada malam itu adalah untuk mengantarkan surat keputusan (SK) dari DPP PKS.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- "Biar jelek-jelek begini, kita (saya,-red) ini pejabat negara. Seharusnya partai hormati sedikit lah." Begitu kata Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah saat mengungkapkan kekecewaannya lantaran pemberhentian dirinya sebagai anggota DPR dari DPP PKS disampaikan melalui surat yang dikirimkan lewat office boy (OB), di Gedung DPR/MPR/DPD RI, Jakarta, Jumat (8/4/2016).
Fahri menceritakan, pada Minggu (3/4) malam, dirinya kedatangan tamu setelah menunaikan ibadah Salat Isya berjamaah di masjid dekat rumahnya, komplek perumahan Puri Sriwedari, Cibubur, Jawa Barat. Ia mengenal pria tersebut adalah Abdullah, office boy (OB) di DPP PKS. Lantas, ia mengajak OB tersebut ke rumah seusai dia melaksanakan Salat Isya.
Setelah bertemu di rumah, Fahri baru mengetahui kedatangan OB tersebut pada malam itu adalah untuk mengantarkan surat keputusan (SK) dari DPP PKS. Namun, ia tak menyangka jika isi SK tertanggal 1 April 2016 itu berisi tentang pemberhentian dirinya dari semua jenjang keanggotaan di PKS. SK itu ditandatangani oleh Presiden PKS selaku Majelis Tahkim PKS.
Ia mengaku tidak terlalu terkejut sesaat mengetahui isi surat tersebut mengingat sebelumnya telah beredar kabar hingga surat tentang pemberhentian dirinya.
Ia justru menangkap pengiriman surat pemberhentiannya itu lantaran para pengurus PKS yang dipimpin oleh Sohibul Iman tengah kebingungan. Sebab, informasi pemberhentian dirinya itu sudah lebih dulu 'bocor' ke media massa.
"Saat itu, saya berpikir pasti partai saya ini lagi kelimpungan dengan berita ini. Karena Pak Iman bikin statement, dia membuat rilis pengakuan. Dan itu masalah. Bagaimana ada kebocoran itu dan dia juga buat rilis pengakuan? Seharusnya kan dia menolak atau nggak benar ada begini begini dahulu kan. Tapi, rupanya memang sudah ada niat sebelumnya" paparnya.
Menurutnya, pemberhentiannya oleh DPP PKS dengan alasan indispliner hingga dianggap tidak santun selaku kader adalah menabrak aturan dan mekanisme partai. Menurutnya, pemecatannya ini tidak lepas dari motif pribadi petinggi DPP PKS. Sebab, proses pemberhentiannya dilakukan berdasarkan permintaan, direncanakan dan dipaksakan.
"Karena semua ini motif pribadi, maka semuanya diorder. DPP diorder untuk melaporkan saya, BPPO diorder untuk menuntut saya dengan pelanggaran berat, dan Majelis Tahkim diorder untuk memecat saya. Sekarang ini baru mulai disosialisasikan ke bawah secara dzalim dan sangat tidak menghormati kader," ucapnya.
Meski tidak terkejut, Fahri mengakui dirinya kecewa dengan cara pengurus DPP PKS yang memberhentikan dirinya melalui surat yang diantarkan oleh seorang OB. Fahri merasa cara seperti itu seperti tidak menghargai dirinya sebagai pimpinan aktif DPR dan salah satu pendiri Partai Keadilan, cikal bakal PKS.
"Bukan (kecewa) karena dianggap seperti orang biasa. Karena ini persoalan serius, bos. Karena setengah perjalanan hidup saya ada di partai ini. Tapi, tiba-tiba mau diputuskannya pakai OB. Kan tidak fair," tandasnya.
Menurutnya, seharusnya pihak DPP PKS memberitahukan perihal pemberhentian dirinya itu ke DPP bidang Pembinaan, DPW, DPD kab/kota, hingga DPC. Padahal PKS adalah sebuah lembaga partai. Sementara, saat itu pemberhentiannya hanya diketahui oleh dirinya dan seorang OB.
"Seharusnya juga dia datang baik-baik, masalahnya apa, atau panggil saya ke fraksi misalnya ini ada keputusan partai, supaya santun ke depan diam-diam aja dahulu, atau sampaikan surat dan sebagainya. Tapi, ini dibocorkan. Sehabis dibocorkan, kirim OB ke rumah. Ini PKS atau ... Sekarang Undang-undang Pembantu rumah tangga domestik saja, tidak bisa begitu saja diberhentikan, ada pesangon dan segalanya. Ini saja nggak ada pesangon," kata Fahri diikuti senyumnya.
Fahri mengaku tidak kesal dengan kejadian itu. Namun, ia sedikit kecewa dengan cara pemberhentiannya seperti itu. Menurutnya, cara seperti itu menunjukkan PKS sebagai partai yang tidak mempunyai etika.
"Ini tidak ada etika sama sekali," ujarnya.
Ia menambahkan, dirinya tidak menginginkan para pendukungnya dari Kesatuan Aksi tidak memberikan perlawanan secara frontal dengan memberikan pernyataan di media massa atau pun melakukan pergerakan atas pemecatan dirinya ini.