Kejagung Periksa Laksamana Sukardi dan Direktur Utama PT HIN
Amir Yanto mengatakan keduanya diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penyidik di gedung bundar Kejagung, hari ini Senin (18/4/2016) memeriksa mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi dan Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour (HIN) 1999-2009 A.M. Suseto.
Kapuspenkum Kejagung, Amir Yanto mengatakan keduanya diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski.
"Keduanya sudah hadir tapi terpisah, saat ini masih diperiksa," ucap Amir di Kejagung.
Amir melanjutkan saat pemeriksaan, Suseto hadir lebih dulu yakni pukul 08.30 WIB setelah itu barulah disusul oleh Laksamana Sukardi yang tiba pukul 09.25 WIB.
Untuk diketahui, sebelumnya Sukardi sempat diperiksa sebagai saksi pada 1 Maret 2016.
Ia diperiksa lantaran saat itu dirinya menjabat sebagai Menteri BUMN saat perkara dugaan korupsi pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski terjadi 2004 silam.
Sedangkan Suseto juga pernah diperiksa pada 14 Maret 2016 silam, karena dia pernah menjabat sebagai pimpinan PT HIN yang bekerjasama dengan PT Cipta Karya Bumi Indah dalam Built, Operate, and Transfer (BOT) kawasan Hotel Indonesia.
Sebagai informasi, Kejagung telah meningkatkan status kasus dugaan korupsi pembangunan Apartemen Kempinski dan Menara BCApada 2004, ke tahap penyidikan dengan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) nomor Prin-10/F.2/Fd.1/02/2016.
Dalam upaya menguak kasus ini, Kejaksaan telah memanggil Direktur Utama PT HIN Iswandi Said untuk dimintai keterangan.Tim penyidik juga telah menggeledah Menara BCAdan Apartemen Kempinski, Thamrin, Jakarta Pusat.
Dalam penggeledahan tersebut, tim Kejagung membawa sejumlah dokumen yaitu risalah rapat terkait kerjasama BOT (built, operation, transfer), dokumen pengembangan, proposal PT CKBI, dan rekap penerimaan kompensasi BOT.
Jampidsus Arminsyah menjelaskan awal mula perkara ini adalah adanya pembangunan dua tower yaitu Menara BCA dan Apartemen Kempinski diluar perjanjian.
Dalam kontrak BOT yang ditandatangi 13 Mei 2004 lalu, hanya ada empat bangunan yang dibangun diatas tanah negara yang diterbitkan atas nama PT Grand Indonesiayaitu Hotel bintang lima, dua pusat perbelanjaan, dan fasilitas parkir.
Selain itu, ada permasalahan perpanjangan kontrak kerjasama. Awalnya, kontrak kerjasama hanya berlangsung selama 30 tahun dimulai dari 2004.
Tapi pada 2010, kontrak kembali diperpanjang 20 tahun sehingga total kerjasamanya 50 tahun. Serta permasalahan pengalihan kontrak dari PT Citra Karya Bumi indah kepada PT Grand Indonesia.
Masalahnya, sertifikat HGB diagunkan oleh PT Grand Indonesia kepada bank untuk memperoleh kredit. Dengan adanya permasalahan tersebut diduga negara mengalami kerugian sekitar Rp 1,2 trilun.