Kejagung Bantah Pemulangan Samadikun Barter dengan Tahanan Uighur
Pada proses penangkapannya, Amir menyebutkan, Kepolisian Tiongkok yang berperan.
Penulis: Valdy Arief
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung membantah beredarnya kabar bahwa pemulangan terpidana korupsi dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Samadikun Hartono dari Tiongkok merupakan hasil pertukaran dengan terpidana kasus terorisme etnis Uighur.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Amir Yanto menyebutkan Samadikun dipulangkan karena pihaknya telah membuat perjanjian dengan Pemerintah Tiongkok.
"Jadi tidak ada barter (tahanan), penyerahan (Samadikun) terkait dengan perjanjian ekstradisi yang telah kami buat," kata Amir Yanto di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (22/4/2016).
Pada proses penangkapannya, Amir menyebutkan, Kepolisian Tiongkok yang berperan.
Setelah berhasil diamankan, baru Samadikun diserahkan kepada Badan Intelijen Negara Indonesia (BIN).
Kabar permintaan pertukaran itu dibenarkan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukkam) Luhut Binsar Panjaitan.
Dia mengakui adanya permintaan dari Pemerintah Tiongkok untuk menukar Samadikun dengan empat terpidana kasus terorisme dari etnis Uighur yang ditahan Indonesia.
Atas permintaan itu, Luhut mengatakan Pemerintah masih mempertimbangkan permintaan Pemerintah China tersebut.
Sebelumnya diberitakan, Tim Pemburu Koruptor yang dibentuk Pemerintah berhasil menangkap Samadikun Hartono di Tiongkok pada Jumat (15/4/2016).
Pada Kamis (21/4/2016), Badan Intelijen Negara berhasil mengembalikan buron kasus korupsi itu ke Indonesia.
Saat ini, mantan Presiden Direktur Bank itu telah mendekam pada Lembaga Pemasyarakatan Salemba, Jakarta.
Samadikun telah divonis bersalah dalam kasus penyalahgunaan dana talangan dari Bank Indonesia atau BLBI senilai sekira Rp2,5 triliun yang digelontorkan ke Bank Modern menyusul krisis finansial 1998.
Kerugian negara yang terjadi dalam kasus ini sebesar Rp169 miliar. Berdasarkan putusan Mahamah Agung (MA) tertanggal 28 Mei 2003, Samadikun dihukum empat tahun penjara.
Namun, jelang eksekusi dia melarikan diri ke luar negeri dengan dalih hendak berobat ke Jepang.
Pada 2006, barulah Kejaksaan Agung memasukkan namanya ke daftar pencarian orang.
Selain Samadikun, Kejaksaan Agung masih mengejar buronan lain, di antaranya, Lesmana Basuki, Eko Edi Putranto, Hary Matalata, Hendro Bambang Sumantri, Hesham al Warraq, dan Rafat Ali Rizvi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.