Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PKS: Jangan Sampai Revisi UU Terorisme jadi Abuse of Power

Wakil Ketua Fraksi PKS Zulkifliemansyah menambahkan revisi ini harus dilakukan secara hati-hati, karena terorisme tergolong extra ordinary crime.

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hendra Gunawan

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Kelompok Komisi (Kapoksi) III Fraksi PKS DPR RI Aboe Bakar Alhabsyi menegaskan PKS akan sungguh-sungguh mengawal Revisi UU Terorisme Nomor 15 Tahun 2003 agar tidak menjadi penyalah gunaan wewenang (abuse of power).

“Kita akan bekerja keras, karena masukan-masukan dari masyarakat kita terima benar. Sehingga, jangan sampai nanti UU terorisme itu disalahgunakan menjadi abuse of power,” jelas Aboe dalam keterangan tertulis, Jumat (22/4/2016).

Sedangkan, Wakil Ketua Fraksi PKS Zulkifliemansyah menambahkan revisi ini harus dilakukan secara hati-hati, karena terorisme tergolong extra ordinary crime.

“Pasca peledakan bom di Thamrin kemarin, pemerintah berinisiatif mengajukan Revisi UU Nomor 15 Tahun 2003. Pembahasan di dua kali masa sidang itu pun menegaskan, bahwa revisi ini harus dilakukan secara hati-hati, karena terorisme tergolong extra-ordinary crime,” tuturnya.

Oleh karena, Zulkifliemansyah menilai istilah Terorisme berkonotasi negatif dan menyangkut pelanggaran HAM berat.

Oleh karena itu, Zulkifliemansyah mendorong agar pemaknaan yang digunakan tidak rancu sehingga dapat menjadi pasal karet untuk menjerat siapa pun yang sebenarnya bukan pelaku terorisme.

Berita Rekomendasi

“Sehingga, melawan terorisme jangan sampai melawan HAM itu sendiri, sebaliknya harus ditunjukkan bagi perlindungan HAM. Dan yang terpenting, bagaimana revisi ini tidak memberi ruang bagi legitimasi penyalahgunaan kekuasaan,” jelasnya.

Sementara Kepala BNPT Tito Karnavian mengatakan UU Terorisme yang lama untuk merespons peristiwa bom Bali. Sehingga UU itu berisi mengenai mempermudah penegak hukum serta mengkriminalisasi terorisme.

"Saat itu kita belum tahu pelakunya siapa, ideologinya apa. Enggak ngerti kita. Sekarang kan tahu, ada Al-Qaedah, JI dengan segala macam konsep ideploginya. Dari situ menyimpulkan enggak cukup kriminalisasi dan acaranya saja," kata Tito.

Menurut Tito, perlu dilakukan upaya preventif dan rehabilitasi. Preventif dengan melakukan deradikalisasi, kontra ideologi, kontra radikalisasi, penanganan internet dan media.

"Ini bisa sensitif karena dikira menghambat kebebasan. Silakan DPR bisa menerima masukan semua pihak," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas