Tanpa Soeharto Tak Akan Ada Rumah Sakit Kanker di Indonesia
Awal mulanya, Yayasan Dharmais terpanggil untuk membangun rumah sakit kanker di Indonesia.
Penulis: Yurike Budiman
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yurike Budiman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Dharmais yang diketuai oleh alm HM Soeharto, Presiden ke-2 Republik Indonesia, meresmikan Rumah Sakit Kanker Dharmais pada 30 Oktober 1993.
Bagian umum RS Dharmais, Chairudin mengatakan awal mulanya, Yayasan Dharmais terpanggil untuk membangun rumah sakit kanker di Indonesia.
"Yayasan Dharmais terpanggil karena melihat tren penyakit kanker itu mulai banyak di masyarakat kita. Lalu, ide gagasan rumah sakit ini diketuai oleh Prof Ariyanto Putro dengan timnya menghadap ke presiden bagaimana membangun rumah sakit Dharmais yaitu rumah sakit kanker di Indonesia akhirnya disetujui oleh Presiden Soeharto. Tim yang diketuai oleh Prof Arie berkunjung ke Amerika, ke Jepang untuk studi banding. Ssetelah itu ide beliau disampaikan kepada Pak Harto," ujarnya saat ditemui Tribunnews.com, Selasa (26/4/2016).
Rumah sakit yang bersebelahan dengan RSAB Harapan Kita yang diprakarsai oleh Ibu Tien Soeharto ini, bisa berdiri dan berkembang juga karena alm Soeharto.
"Hebatnya Pak Harto itu punya visioner yang out of the box kalau saya bilang. Orang belum kepikiran, beliau sudah mikir ke sana dan itu untuk rakyatnya, bukan untuk dia. Seandainya nggak punya rumah sakit ini, sekelas RSCM saja sudah membeludak karena di sini saja sudah membeludak pasiennya," tutur Chairudin.
Ia juga menambahkan setelah RS Dharmais berdiri 20 tahun barulah hadir rumah sakit swasta yang khusus menangani kanker juga.
"Setelah 20 tahun berdiri rumah sakit ini, barulah ada rumah sakit swasta Siloam. Sudah 20 tahun ada, swasta baru dirikan rumah sakit kanker lagi, seperti Sumber Waras nanti juga akan dibuat RS kanker juga, kan," ujar Chairudin.
Menurutnya, selesai pengerjaan rumah sakit tersebut pada 1993, RS Dharmais sudah beroperasi dengan pegawai negeri dan kepemilikan diserahkan ke kementerian kesehatan.
Namun pada saat itu kementerian masih belum mempunyai biaya operasional karena masih baru.
"Akhirnya sama Kemenkes dikembalikan lagi kepengurusannya pada yayasan untuk mengelola sampai akhirnya reformasi 98 diserahkan ke Departemen Kesehatan hingga sekarang," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.