Presiden Perdamaian Siap Menjadi Penengah Sengketa di Indonesia
Apa yang bisa dilakukan Presiden Perdamaian untuk Indonesia?
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bagi mereka yang sering beraktivitas di sekitaran Monumen Nasional (Monas), mungkin sudah tidak asing lagi dengan Herawaty Rinto Paeran.
Perempuan kelahiran 1958 berpenampilan nyentrik dan kerap muncul di tempat yang juga tidak biasa. Ia selama ini dikenal sebagai Presiden Perdamaian.
Pada 2014 lalu, Herawaty muncul di tengah demonstrasi di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK) yang tengah menyidangkan gugatan sengketa pemilihan presiden 2014.
Saat memperingati Hari Buruh, Minggu (1/5/2016), Herawaty muncul, lengkap dengan selempang bertuliskan Presiden Perdamaian, dan mobil Land Rover seri 3 berwarna kuning yang sudah ia modifikasi.
Herawaty yang bersiaga di Jalan Medan Merdeka Barat, tepatnya di seberang kantor Kementerian Perhubungan itu, menyita perhatian demonstran yang hendak bergerak menuju Istana Negara.
Di antara mereka banyak yang menyapa ibu enam anak itu, meminta berfoto bersama, dan berbincang sekadarnya. Sebagian dari demonstran tersebut memang sudah lama mengenalnya.
Herawaty mengaku sebagai Presiden Perdamaian, karena memang niatnya adalah untuk menjaga kedamaian di muka bumi. Termasuk di berbagai aksi demo yang digelar di seputaran Jakarta Pusat.
"Di muka bumi ini, pesan Tuhan loh, tebarkan pesan perdamaian di setiap langkahmu, di tengah-tengah konflik perpecahan," kata Herawaty.
Hal itu menurut Herawaty berlaku untuk semua pihak, semua suku, semua budaya dan semua agama tidak terkecuali.
Ia hadir dengan pakaian yang menyerupai jubah panjang, berwarna jingga, lengkap dengan penutup kepala berwarna senada, serta kaca mata hitam.
Mobil buatan 1973 berwarna kuning mencolok, dengan sejumlah pengeras suara di atasnya, berisi poster perdamaian yang memajang foto Herawaty yang sedang mengenakan baju adat.
Untuk menjaga perdamaian, ia kerap tampil menengahi kedua belah pihak yang bersengketa. Dalam kasus demo kali ini, ia siap menengahi antara demonstran dan pihak Kepolisian bila terjadi ketegangan.
"Kita tanya kedua belah pihak, maunya apa, dan kita harus saling menghargai," terang dia.
Dalam demo kali ini, ia dan suaminya dengan setia menunggu demonstran hingga demonstran membubarkan diri sekitar pukul 17.00 WIB.
Lulusan sarjana teknik Universitas Gadjah Mada ini akan terus hadir di setiap peristiwa, di mana terdapat potensi terjadinya kerusuhan. Peristiwa yang ia maksud termasuk aksi demonstrasi di seputaran Jakarta Pusat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.