Politikus Gerindra Nilai Ketahanan Keluarga Jadi Kunci Persoalan Kekerasan Seksual Anak
Hal tersebut terlihat dari kasus penganiayaan, pemerkosaan, serta pembunuhan terhadap YN (14) di Bengkulu yang menjadi perhatian publik saat ini.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo menilai bahwa kasus kekerasan seksual terhadap anak sudah seperti 'penyakit kronis' yang menjangkit kehidupan sosial di Indonesia.
Hal tersebut terlihat dari kasus penganiayaan, pemerkosaan, serta pembunuhan terhadap YN (14) di Bengkulu yang menjadi perhatian publik saat ini.
"Kasus YN ini merupakan gambaran kedaruratan yang ada di Indonesia yang menyentuh nasib masa depan generasi penerus bangsa," kata wanita yang akrab disapa Sara ini di Jakarta, Kamis (12/5/2016).
Namun menurut politikus Gerindra itu, untuk menyelesaikan masalah kekerasan seksual terhadap anak tersebut harus dilihat dari akar permasalahannya.
Sehingga, pemerintah dan DPR RI khususnya Komisi VIII yang membidangi masalah perempuan dan anak bisa membuat regulasi yang tepat dalam mengurangi hingga menghilangkan angka kekerasan seksual terhadap anak serta memberikan efek jera terhadap para pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
"Kita harus melihat akar permasalahannya, agar kita bisa membuat regulasi yang tepat. Dalam kasus YN kita bisa melihat bahwa para pelakunya mengkonsumsi minuman keras sebelum melakukan aksi kejinya, padahal beberapa di antara mereka berusia 16 dan 17 tahun yang masuk dalam kategori anak dibawah umur," tutur Sara.
Melihat fenomena itu, muncul pertanyaan bagaimana anak-anak ini dapat akses terhadap minuman keras dan materi pornografi.
Lalu bagi pelaku yang sudah di atas 18 tahun, dikatakan putus sekolah dan tidak mempunyai pekerjaan. Pertanyaan berikutnya, lanjut Sara, dari mana mereka mendapatkan uang untuk membeli minuman keras tersebut.
"Hal-hal seperti itu lah yang harus kita cari penyelesaiannya. Apakah karena faktor kemiskinan yang membuat para pelaku melakukan aksi kejinya karena tidak mendapatkan pendidikan yang baik karena biaya pendidikan yang tinggi ditambah lagi tidak memiliki pekerjaan yang membuat mereka tidak memiliki aktifitas positif, tidak adanya fasilitas untuk anak dan remaja menyalurkan energi nya untuk hal positif, atau ada faktor lain dari itu semua," imbuhnya.