Tradisi Baru Golkar Paripurna bila Pemiihan Ketum Berdasar Visi Misi dan Rekam Jejak
Partai Golkar dinilai sudah bagus dalam melaksanakan proses Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub)
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Partai Golkar dinilai sudah bagus dalam melaksanakan proses Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) dengan terobosan kampanye calon ketua umum menyampaikan visi dan misinya.
Namun, semua itu takkan berguna bila saat pemilihan, rekam jejak calon serta visi misinya tak jadi pertimbangan utama dibanding politik transaksional seperti terjadi di masa-masa sebelumnya.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute, Hanta Yuda A.R, di Jakarta, Sabtu (14/5/2016) dalam pernyataannya yang diterima wartawan.
Hanta mengaku, jujur proses Munaslub Golkar sejauh ini patut untuk diapresiasi. Panitia Munaslub telah menyediakan kemewahan dalam wujud kampanye 8 calon ketua umum yang menyampaikan visi dan misinya.
Hanya saja, dia juga mengingatkan bahwa semua hal itu hilang manfaatnya ketika politik transaksional yang merupakan rahasia umum biasa terjadi di Golkar, terjadi lagi saat pemilihan.
Apabila orang-orang Golkar bisa memastikan transaksional hilang, maka proses yang ada pasti berguna bagi masa depan Golkar.
"Tradisi baru Golkar ini paripurna bila pemiihan ketua umum berdasar visi misi dan rekam jejak. Agar ada ketersambungan. Kalau tak ada, ya itu basa basi," kata Hanta Yuda.
Kedua, lanjut dia, Golkar bisa memastikan dirinya lebih otonom dan mandiri, lepas dari pengaruh serta intervensi pihak eksternal.
"Saya intinya, pilihlah dengan pertimbangan masa depan Golkar. Silahkan pilih berdasar rekam jejak dan visi misi. Jangan karena faktor transaksional atau eksternal," tandasnya.
Namun bukankah di kebanyakan event parpol, melibatkan materi? Berapa batasannya sehingga tak disebut transaksional? Menjawab itu, Hanta mengatakan bahwa Panitia Munaslub sudah memenuhi keperluan peserta untuk sisi akomodasi maupun transportasi.
Baginya, orang-orang Golkar sudah paham yang dimaksud tentang 'tak memilih karena transaksional'.
"Apakah Golkar mau melanjutkan tradisi lama karena kekuatan uang? Atau karena tradisi baru? Kalau model lama, ya jadi sia-sia," tegasnya.
Delapan nama calon ketua umum. Dari nomor urut 1 hingga 8 adalah Ade Komarudin; Setya Novanto; Airlangga Hartarto; Mahyudin; Priyo Budi Santoso; Aziz Syamsuddin; Indra Bambang Utoyo; dan Syahrul Yasin Limpo.
Dari nama-nama itu, yang paling kontroversial di media massa adalah Setya Novanto, yang sampai turun dari jabatannya sebagai Ketua DPR hanya karena terjerat isu kasus 'Papa Minta Saham'.
Di kasus itu, Novanto terbukti dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan, berupaya mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla demi mendapatkan jatah saham Freeport dan proyek terkait perusahaan itu di Papua. Bahkan kasus itu kini bergulir di pengadilan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.