Reforma Agraria Jawaban Penantian Hak Atas Tanah Warga Kampung Badega Garut
petani Kampung Badega, menerima sertifikat lahan Reforma Agraria seluas 383 Hektare, kepada sekitar 1.250 keluarga petani
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Warga Kampung Badega, Desa Cipangramatan, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, menggelar syukuran rakyat, sebagai wujud ucapan bersyukur setelah 32 tahun lamanya terlibat dalam konflik hak pengelolaan lahan, Sabtu (15/5/2016).
Tepat satu bulan lalu, 13 April 2016 petani Kampung Badega, menerima sertifikat lahan Reforma Agraria seluas 383 Hektare, kepada sekitar 1.250 keluarga petani setempat.
Syukuran yang dimotori Serikat Petani Badega (SPB) dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) ini digelar dengan sejumlah acara.
Ketua Serikat Petani Badega, Usep Saipul Miftah mengatakan, syukuran yang digelar merupakan ungkapan kebahagiaan atas
perjuangan warga Badega selama lebih dari 30 tahun, untuk mengambil kembali hak mereka atas tanah yang sempat dikuasai pengelolaannya oleh perusahaan swasta sebagai pemegang Hak Guna Usaha (HGU).
Menurutnya, pergantian kepemimpinan nasional selama kurun waktu tersebut tak juga membuahkan hasil.
"Kalau bicara sejarah, secara singkat perjuangan Badega berdarah-darah seperti yang orang tua kami ceritakan. Alhamdulillah, sampai sekarang saya generasi ke-5 telah berhasil dalam perjuangan Badega. Ini berkat adanya Nawacita Jokowi, yang salah satunya kan Reforma Agraria. Momen ini saya manfaatkan untuk mendapatkan legalitas tanah Badega," kata Usep.
Dia menyebutkan, upaya untuk mengembalikan hak atas tanah warga Badega dilakukan sejak pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Namun, baru di era sekarang ini menemukan titik terang.
"Dari dulu juga ada upaya ini, tapi perjuangan-perjuangan di pemerintahan sebelumnya selalu mentok," kata Usep.
Sementara, tokoh masyarakat Badega, Suhdin yang juga pelaku sejarah dalam perjuangan warga Badega menyatakan kegembiraanya atas keberhasilan perjuangan warga.
"Warga Badega bersyukur kepada aparatur di pemerintahan sekarang ini. Dari mulai menteri (Agraria) sampai ke bawahan-bawahannya di BPN Kabupaten Garut, gubernur dengan perangkat-perangkatnya, kami mengucapkan syukur Alhamdulillah, beribu banyak terimakasih atas kebesaran dan kekasihsayangan mereka-mereka itu," kata Suhdin yang sempat dipenjara lebih dari 7 bulan akibat memperjuangkan lahannya di tahun 1987.
Sementara itu Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Iwan Nurdin berharap, syukuran rakyat Badega bisa menjadi pemicu penyelesaian konflik agraria yang ada di daerah lain di Indonesia.
Dengan prinsip penyelesaian konflik dengan pemulihan hak-hak rakyat, dan prinsip redistribusi tanah kepada masyarakat yang berhak yaitu masyarakat yang telah menggarap sebagai jalan kesejahteraan mereka.
"Kenapa ini bisa berhasil karena Menteri Agraria tidak memperpanjang HGU, selesai. Sejak kapan HGU itu tidak bisa
diperpanjang? Sejak tahun 1980-an HGU itu sudah tidak bisa diperpanjang. Kemudian diberikan kepada PT SAM, tapi kemudian tidak dikelola dengan baik dan ditelantarkan. Itu juga sudah menjadi peluang untuk HGU tidak diperpanjang," kata Iwan.
Iwan juga menyebutkan alasan perjuangan warga Badega baru berhasil sekarang karena ada niat dan kemauan politik dari pemerintah saat ini.
"Kenapa baru bisa selasai sekarang? Karena baru ada kemauan politik. Secara hukum sejak awal tanah ini harusnya sudah untuk masyarakat, tapi kemauan politik untuk meredistribusikan kepada masyarakat sebelumnya tidak ada," katanya.
Lebih lanjut Iwan berharap, persoalan pertanahan bisa terselesaikan di era pemerintahan saat ini.
"Kecepatannya yang lebih lagi yang kami harapkan dari Kementerian Agraria. Untuk itu, kerja BPN harus didorong terus," kata Iwan.