Pledoi Belum Siap, Nazaruddin Janji Buka-bukaan
Sedianya Nazaruddin akan membacakan nota pembelaan atau pledoi.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang lanjutan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, batal digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (18/5/2016).
Sedianya Nazaruddin akan membacakan nota pembelaan atau pledoi.
Namun Nazaruddin dan Tim Penasihat Hukum mengaku belum selesai menyusun pledoi.
"Pembelaan saya sedang diskusikan dan akan dibuat sama (dengan Tim Penasihat Hukum)," kata Nazaruddin kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (18/5/2016).
Nazaruddin adalah terdakwa kasus penerima hadiah dari pembangunan Wisma Atlet SEA Games Jakabaring, Palembang dan Gedung Serbaguna Pemprov Sumatera Selatan serta melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dia meminta waktu satu minggu kepada Majelis Hakim untuk mempersiapkan pledoinya.
"Saya mohon diberikan waktu satu minggu lagi yang mulia," kata Nazaruddin.
Majelis Hakim pun mengabulkan permohonan Nazaruddin. Sidang pembacaan pledoi suami Neneng Sri Wahyuni itu pun bakal dilanjutkan pada Rabu 25 Mei 2016.
Kepada wartawan, Nazaruddin mengatakan, dirinya Nazaruddin akan mengungkap sejumlah nama yang menerima uang dari Permai Group, nama-nama tersebut akan dimasukkan ke dalam pledoinya nanti.
"Ya nanti akan saya sampaikan (dalam pledoi) tentang penerimaan uang dari Permai Group," katanya.
Nama-nama yang dimaksud oleh Nazzaruddin, di antaranya bekas Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dan kawan-kawan. Menurutnya, lanjut Nazaruddin, Muhaimain dan kawan-kawan turut menerima uang dari Permai Group.
"Soal perannya Muhaimin terima uang di mana, Marwan Jafar terima uang di mana, Sutan Bhatoegana terima uang di mana yang dibagi bagi ke teman-teman di Komisi VII. Kepala-kepala daerah, anggota DPR. Lengkaplah semuanya besok (saat pledoi)," katanya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Nazaruddin dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 1 tahun kurungan. Selain itu, Jaksa juga menuntut agar harta kekayaan Nazaruddin sekira Rp600 miliar dirampas untuk negara.
Berdasarkan surat dakwaan, sumber penerimaan keuangan Permai Grup berasal dari fee pihak lain atas jasanya mengupayakan sejumlah proyek yang anggarannya dibiayai pemerintah. Dari uang tersebut, salah satunya Nazaruddin membeli saham PT Garuda Indonesia sekira tahun 2011, menggunakan anak perusahaan Permai Grup.
Nazar dituntut pidana sebagaimana diatur Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain itu, Nazaruddin dinilai melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pasal 3 ayat (1) huruf a, c dan e Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.