Konflik Golkar Reda Usai Munaslub, Waktu Akan Membuktikannya
Impian itu akan tercapai jika Golkar sudah mampu menjadi solid.
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhelatan Partai Golkar dalam Musyarawah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Nusa Dua, Bali, pertengahan Mei ini berakhir sudah.
Sudah diketahui pemenangnya adalah Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI dan juga Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, mengalahkan pesaing terkuatnya, Ketua DPR RI Ade Komarudin.
Setya Novanto, politisi yang penuh kontroversi itu, akan menjadi nahkoda Partai Golkar hingga 2019, menggantikan Ketua Umum Aburizal Bakrie.
"Untungnya para elite Golkar masih memiliki akal sehat untuk mau berkompromi dan bersatu melalui Munaslub. Mengingat terselenggaranya Munaslub hanya bisa terlaksana jika kedua belah pihak mau duduk bersama dengan lebih mengedepankan kepentingan, keselamatan dan keutuhan partai ketimbang kepentingan ego semata."
Itulah sepenggal kalimat epilog yang disampaikan Mulawarman, dalam bukunya berjudul “Konflik Golkar, Siapa Yang Bermain?” yang diluncurkan di gedung DPR RI, Jumat 13 Mei 2016.
Namun, kata Mulawarman, mantan aktivis dan wartawan di berbagai media itu menegaskan Munaslub Partai Golkar yang diselenggarakan pada 14-17 Mei 2016 di Bali tidak akan pernah menghilang konflik di partai berlambang pohon beringin itu.
“Munaslub tidak akan menyelesaikan konflik. Justru potensi konflik tetap ada,” katanya.
Bagi penulis kelahiran Makassar ini, melihat ada yang “bermain” dalam carut marutnya eks partai penguasa mitra Orde Baru itu.
Kekuatan Golongan Karya yang menjadi partai politik pasca-reformasi itu menjadi momok menakutkan partai-partai politik yang ada, baik sejawatnya hasil fusi PPP dan PDIP, maupun parpol baru.
Menurutnya, hegemoni Golkar telah berurat-akar, yang merasuki sistem pemerintahan.
Setiap kader memiliki komitmen kuat untuk organisasi, yang menguasai simpul-simpul kekuasaan yang berujung pada kekuatan uang.
Beberapa indikasi seperti itulah, diantaranya yang menyebabkan penulis jebolan Universitas Hasanuddin Makassar itu menengarai keberadaan Golkar menjadi batu sandungan penguasa.
"Pemerintah tidak menginginkan adanya kekuatan lain yang menyaingi kekuasaannya. Apalagi Golkar bergabung dengan Koalisi Merah Putih (KMP), seteru partai penguasa yaitu Koalisi Indonesia Hebat (KIH)," ujarnya.
Dia pun mencontohkan salah satu indikator adanya “intervensi” pemerintah masuk internal Golkar.