Pengacara Nazaruddin Tawar Hakim Minta Vonis Setengah dari Tuntutan Jaksa
jaksa menuntut Nazaruddin dengan hukuman tujuh tahun penjara
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penasihat hukum mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin meminta hakim memberikan vonis kepada kliennya lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).
Sebelumnya diketahui, jaksa menuntut Nazaruddin dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
Selain itu, Jaksa juga menuntut agar harta kekayaan Nazaruddin sekira Rp600 miliar dirampas untuk negara.
"Pada prinsipnya terdakwa menerima tuntutan jaksa, tapi ada beberapa hal. Terdakwa Nazaruddin merupakan justice collaborator dan sering membantu KPK mengungkap kasus besar di Indonesia," kata pengacara Nazaruddin, Andriko Saputra, saat membacakan pledoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (25/5/2016).
Menurutnya, tuntutan tujuh tahun sangat berat. Karena terdakwa kasus penerima hadiah dari pembangunan Wisma Atlet SEA Games Jakabaring, Palembang dan Gedung Serbaguna Pemprov Sumatera Selatan serta melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ini, telah dijatuhi pidana penjara 7 tahun dalam kasus lain.
"Tidak ada yang ditutupi terdakwa selama persidangan. Mengakui, menyampaikan pemohonan maaf kepada negara dan rakyat selama ini. Atas perbuatan yang dilakukan, istri terdakwa juga ikut dipenjara enam tahun. Terdakwa memohon bisa divonis setengah atau duapertiga dari tuntutan jaksa," kata Andriko.
Pengacara Nazar juga menyakinkan bahwa kliennya sudah mengakui kesalahan, bertaubat dan meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia.
Selain itu terdakwa juga membantu KPK membongkar kasus korupsi lain.
Diberitakan sebelumnya, dalam kasus ini, Nazar didakwa mengelola keuangan Permai Grup yang berasal dari fee pihak lain atas jasanya mengupayakan sejumlah proyek yang anggarannya dibiayai pemerintah.
Dari uang tersebut, salah satunya Nazaruddin membeli saham PT Garuda Indonesia sekira tahun 2011, menggunakan anak perusahaan Permai Grup.
Nazar dituntut pidana sebagaimana diatur Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain itu, Nazaruddin dinilai melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pasal 3 ayat (1) huruf a, c dan e Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.