Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komnas HAM, PPATK dan KPK Harusnya Dilibatkan dalam Pemilihan Kapolri

pasca reformasi masih belum ada perubahan mekanisme pencalonan yang hanya melibatkan Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Komnas HAM, PPATK dan KPK Harusnya Dilibatkan dalam Pemilihan Kapolri
Rahmat Patutie/Tribunnews.com
Julius Ibrani 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegiat antikorupsi dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Julius Ibrani menyoroti mekanisme pemilihan Kapolri.

Kata Julius, pasca reformasi masih belum ada perubahan mekanisme pencalonan yang hanya melibatkan Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti), Itwasum dan Kompolnas.

"Sebelum menjawab siapa Calon Kapolri yang tepat, seharusnya dijawab terlebih dahulu mekanisme seleksi dan indikator penilaiannya, ujar Julius kepada Tribun, Jumat (27/5/2016).

Karena demikian mekanisme yang berlaku, maka selama ini publik tidak pernah mendengar atau paling tidak mendapat informasi dari media massa mengenai para calon dan Calon mana yang diajukan Presiden dan disetujui DPR.

"Tiba-tiba saja Calon Kapolri diajukan Presiden ke DPR dan disahkan. Yang sering muncul adalah mekanisme urut kacang alias siapa yang paling tua angkatannya. Ini jelas keliru," katanya.

Harusnya, imbuhnya, pasca reformasi mekanisme sudah berubah. Yakni, tidak hanya melibatkan Wanjakti, Itwasum dam Kompolnas.

Tapi juga lembaga pengawas pejabat publik lain yang relevan seperti Komnas HAM, PPATK, dan KPK.

"Mengingat indikator lain seperti pelanggaran HAM dan antikorupsi jadi isu yang paling krusial di internal Polri," ucapnya.

BERITA REKOMENDASI

"Karena kesemuanya berpengaruh pada tupoksi Kapolri ketika memimpin," katanya.

Dengan melibatkan tiga lembaga itu, kata dia, maka dari situ baru bisa diukur siapa Calon yang layak untuk menjadi Kapolri. Meskipun angkatannya lebih muda.

"Di negara lain bahkan ada mekanisme partisipasi publik untuk membuka ruang masukan dan aspirasi masyarakat terhadap Calon Kapolri yang ada," ujarnya.

Sebelumnya Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan belum ada pembahasan Wanjakti soal calon Kepala Polri.

Alasannya, masa pensiun Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dinilai masih cukup lama.

"Mungkin nanti, kurang dari satu bulan Kapolri pensiun (baru dibahas)," kata Boy di kantornya, Rabu (25/5/2016).

Boy menuturkan data tentang jenderal bintang tiga telah terekam di Divisi Profesi dan Pengamanan serta Staf Sumber Daya Manusia Polri.

Data tersebut akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo bila diminta sebagai pertimbangan pemilihan calon Kapolri.

"Datanya lengkap, sejak menjabat di Polri, bagaimana prestasinya, kelemahan, kelebihan, atau catatan kesalahannya," ujar Boy.

Tujuh dari sembilan jenderal bintang tiga yang akan diusulkan menjadi calon Kapolri, disebut-sebut Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan merupakan calon terkuat.

Dua jenderal bintang tiga lainnya tidak diusulkan lantaran akan memasuki masa pensiun.

Namun Boy enggan menanggapi isu yang menyebut Budi Gunawan sebagai calon terkuat.

Untuk pengusulan nama calon Kapolri, kata Boy, Wanjakti tidak akan berkoordinasi dengan Komisi Kepolisian Nasional.

Alasannya, Wanjakti bergerak sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo.

"Wanjakti punya data sendiri, Kompolnas juga. Kami akan serahkan langsung ke Presiden, bukan Kompolnas," katanya.

Badrodin akan memasuki masa pensiun pada 24 Juli mendatang. Isu masa pensiun Badrodin akan diperpanjang juga menguat.

Namun Polri membantah kabar tersebut, dan menyerahkan segala keputusannya kepada Presiden Jokowi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas