Mahkamah Agung Ikut Mencari Sopir Saksi Kasus Suap
KPK hingga saat ini tifak mampu menghadirkan sang sopir untuk dimintai keterangan terkait kasus suap di lembaga peradilan tertinggi itu.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
KPK menyita uang senilai Rp 1,7 miliar dari kediaman Nurhadi. Uang tersebut terdiri dari 37.603 dolar AS, 85.800 dolar Singapura, 170.000 yen Jepang, 7.501 riyal Arab Saudi, 1.335 euro, dan Rp 354.300.
Komisi Etik
KPK sebelumnya menangkap Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution saat menerima Rp 50 juta dari Doddy Aryanto Supeno, di Hotel Accacia, Jakarta Pusat, 20 April 2016. Doddy adalah pegawai PT Paramount Enterprise Internasional.
Suap tersebut terkait pengajuan peninjauan kembali (PK) putusan pailit AcrossAsia Limited melawan PT First Media Tbk yang terdaftar sebagai anak perusahaan Lippo Group.
Berkas pemohonan PK itu diketahui dikirim ke MA pada 11 April 2016. Berdasarkan sumber Tribunnews, Nurhadi pernah menelepon Edy agar segera memproses pendaftaran tersebut.
Komite Etik Mahkamah Agung telah memeriksa Nurhadi Abdurachman. Dalam pemeriksaan tersebut Nurhadi membantah tersangkut suap yang melibatkan Edy Nasution.
"Dia (Nurhadi) mengatakan tidak benar punya hubungan dan terlibat dengan masalah Panitera Jakarta Pusat," kata Suhadi.
Menurutnya, pemeriksaan terhadap Nurhadi selesai dilakukan pada Kamis.
Untuk memperjelas kasus itu, KPK kembali memanggil tiga anggota Polri yaitu Fauzi Hadi Nugroho, Andi Yulianto, dan Dwianto Budiawan.
Ketiganya akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Direktur PT Kreasi Dunia Keluarga, Doddy Ariyanto Supeno.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun Tribunnews, ketiga anggota Polri tersebut pengawal Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Ketiganya diduga kuat memiliki informasi menyangkut kasus tersebut. (eri)