Jaksa Agung Minta Uang Pengganti Samadikun Dibayar Tunai
"Saya beri petunjuk akan lebih baik kalau uang pengganti itu dibayar kontan saja,"
Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung telah sepakat pembayaran uang pengganti kerugian negara terpidana kasus korupsi dana Bantuan Likuditas Bank Indonesia (BLBI) pada Bank Modern, Samadikun Hartono, sebesar Rp 169 miliar dengan cara dicicil.
Meski demikian, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan tidak setuju dengan mekanisme pembayaran bertahap itu.
"Saya beri petunjuk akan lebih baik kalau uang pengganti itu dibayar kontan saja," kata Prasetyo di Sasana Baharudin Lopa Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (2/6/2016).
Mekanisme pembayaran uang pengganti Samadikun Hartono kembali mencuat setelah terpidana yang sempat buron 13 tahun itu, belum menunaikan kewajibannya.
Pada perjanjian itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Pusat Hermato menyebutkan Samadikun harus membayar uang sebesar Rp 21 miliar sebelum Mei 2016 berakhir.
"Kami sudah tunggu sampai 31 Mei, untuk cicilan pertama sebesar Rp 21 miliar, ternyata belum dibayar juga," kata Hermanto ketika dihubungi Rabu (1/6/2016).
Dalam upayanya melunasi uang pengganti jumlah kerugian negera yang disebabkan ulahnya, Samadikun telah setuju untuk memberikan uang sebesar Rp 42 miliar tiap tahunnya selama empat tahun.
Pada tahun ini, seharusnya buron yang ditangkap di Tiongkok, menyerahkan uang sebesar Rp 21 miliar sebanyak dua kali.
Pertama sebelum Juni dan kedua sebelum Desember.
Samadikun Hartono merupakan Presiden Komisaris Bank Modern yang mendapatkan kucuran dana likuiditas dari BI sebesar Rp 2,5 triliun pasca-krisis 1998.
Namun, dia menyelewengkan dana untuk penyelamatan keuangan Indonesia saat itu.
Pada 28 Mei 2003, Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan membayar kerugian negara Rp169,4 miliar terhadap Samadikun Hartono atas penyimpangan dana BLBI yang dilakukannya.
Namun, bankir tersebut melarikan diri ke Jepang dengan alasan berobat menjelang akan dieksekusi oleh jaksa.
Setelah sempat menghindari hukuman selama 13 tahun, hingga pada 14 April 2016 Samadikun Hartono ditangkap otoritas Tiongkok bekerjasama dengan Badan Intelijen Negara (BIN) RI di Shanghai, Tiongkok.
Kemudian, pada 21 April 2016, dengan sebuah pesawat sewaan Samadikun berhasil dipulangkan ke Indonesia.