Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

12 Alasan Mengapa Kebijakan PHK 1 Juta PNS Harus Ditolak Versi DPR

Ketiga agenda reformasi birokrasi menyangkut aparatur tersebut tidak ada yang berkenaan dengan Rasionalisasi jumlah pegawai, atau PHK dini PNS.

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Choirul Arifin
zoom-in 12 Alasan Mengapa Kebijakan PHK 1 Juta PNS Harus Ditolak Versi DPR
MPR RI

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Wakil Ketua Komisi II Lukman Edy mengungkapkan, ada 12 alasan mengapa kebijakan PHK dini satu juta pegawai negeri sipil (PNS) harus ditolak.

Pertama, hal tersebut tidak termasuk dalam delapan agenda reformasi.

Kedua, agenda ke tiga reformasi birokrasi programnya itu adalah efisien kelembagaan dan organisasi bukan personalia. Sementara, agenda keempat reformasi adalah penggunaan teknologi agar terjadi efisiensi dan agenda kelima lebih pada program rekruitmen dan assesmen jabatan.

Lukman mengatakan ketiga agenda reformasi birokrasi menyangkut aparatur tersebut tidak ada yang berkenaan dengan Rasionalisasi jumlah pegawai, atau PHK dini PNS.

Ketiga, tidak pernah dipresentasikan kepada Komisi II DPR RI, sebagai sebuah rencana jangka pendek, menengah atau panjang.

"Ini program dadakan. Padahal ada kewajiban bagi pemerintah untuk mendapatkan persetujuan DPR, jika kebijakannya menyangkut perubahan terhadap UU dan berkenaan dengan eksistensi Anggaran Negara," kata Politikus PKB itu, Selasa (7/6/2016).

Keempat, Lukman menuturkan kalau kebijakan PHK dini PNS ini hanya cantolannya permen, tidak kuat apalagi permennya bertentangan dengan UU atau Peraturan Pemerintah, atau minimal tidak sejalan dengan peraturan perundangan tersebut.

Berita Rekomendasi

"Kelima, kebijakan pengangkatan PNS, adalah kebijakan negara untuk memenuhi dua dimensi, yaitu dimensi aparatur birokrasi sebagai alat negara untuk memberikan pelayanan kepada rakyatnya dan dimensi memberikan pekerjaan dan penghidupan yang layak kepada rakyatnya," imbuhnya.

Keenam, Lukman mengingatkan dalam konstitusi, kebijakan efisiensi tidak berdiri sendiri tetapi diikuti dengan keadilan.

Efisien tetapi tidak adil hanya akan mendorong menjadi negara liberal bukan negara pancasila.

Ketujuh, Pilihan PHK dini PNS seharusnya pilihan terakhir setelah pilihan yang lain dilaksanakan, bukan prioritas atas nama effisiensi. "Pilihan itu baru ditempuh ketika tidak ada lagi pilihan lain," katanya.

Kedelapan, Lukman menuturkan ditengah masyarakat yang sedang mengalami kesulitan hidup, PHK swasta dan pabrik, seharusnya Pemerintah tidak melakukan hal yang sama.


Hal ini akan mendorong multy player effeck yang mengganggu stabilitas politik dan ekonomi.

Kesembilan, walaupun ada kebijakan 'uang tolak' tetapi secara psikologis di PHK dini, atau tidak ada status pekerjaan jauh lebih berat bagi rakyat dibanding punya gaji kecil tetapi punya status sebagai PNS," kata Lukman.

Kesepuluh, secara sosiologis kebijakan ini termasuk prematur, karena tidak memperhitungkan struktur masyarakat kita yang masih percaya bahwa PNS itu warga kelas satu, sehingga dampaknya akan luas dan sangat mengganggu sosiologi masyarakat.

Kesebelas, pemerintah sekarang sedang bekerja mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan memperkecil kesenjangan pendapatan.

"Bahkan rela menganggarkan besar puluhan triliun rupiah dana desa agar memberikan kontribusi thd hal tersebut. Sebanyak 75% PNS itu ada didaerah, maka implikasinya akan luas secara ekonomi, sehingga akan mengganggu target pertumbuhan dan memperkecil gini ratio (kesenjangan pendapatan). 1 juta PNS yang di PHK dini berkenaan dengan minimal nasib 4 juta orang Indonesia," imbuhnya.

Terakhir, Lukman mengungkapkan secara faktual setiap tahun rata-rata ada 120.000an PNS yang pensiun secara otomatis, 3 tahun paling tidak hampir 500 ribu orang," kata Lukman.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas