The New York Times Sebut Ahok Guncang Sistem Perpolitikan Indonesia
Harian The New York Times edisi 5 Juni 2016 mengulas sosok Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM - Harian The New York Times edisi 5 Juni 2016 mengulas sosok Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Harian dengan oplah nomor dua terbesar di Amerika Serikat (AS) itu menyebut Ahok sebagai sosok yang mengguncang sistem perpolitikan Indonesia yang dikendalikan oleh kaum elite partai.
Sistem perpolitikan yang terguncang itu, kata harian tersebut, adalah sistem yang dikuasai keluarga dinasti politik, para mantan jenderal, atau para pebisnis kaya.
Dikatakan bahwa politisi di daerah "disandera" oleh kepentingan politisi nasional.
Dalam sistem semacam itu, walau unggul dalam survei, para calon kepala daerah kadang-kadang tidak dapat berbuat banyak.
Partai politik umumnya meminta "mahar" untuk pencalonan dan mensyaratkan untuk membiayai sendiri kampanye politik.
New York Times menyebut Ahok sebagai sosok political outsider karena latar belakangnya sebagai minoritas dari sisi etnis dan keyakinan agamanya.
Status outsider itu semakin kuat dengan keputusannya berpolitik melalui jalur independen.
Sejak menjabat November 2014, Ahok disebut tidak menunggu lama untuk "menyikat" birokrat yang tidak kompeten dan memberantas korupsi yang merajalela.
Harian itu menulis, target baru mantan Bupati Belitung Timur itu adalah mengguncang sistem politik nasional yang dikuasai kelompok oligarki.
New York Times kemudian mengutip Charlotte Setijadi, periset di program Ilmu Indonesia di Institut Studi Asia Tenggara-Yusof Ishak yang berbasis di Singapura. Charlotte mengatakan, "Basuki (Ahok) menampilkan dirinya sebagai sosok alternatif melawan sistem politik yang memuakkan banyak rakyat Indonesia."
"Keberaniannya itu akan menolong dia meraup suara pada Pilkada DKI," kata Charlotte.
Laporan itu menyatakan, Ahok memilih jalur independen demi menghindari bernasib sama seperti Presiden Joko Widodo yang terkadang mendapatkan kesulitan dari partai politik pendukungnya sendiri, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Ahok disebut menolak tawaran dukungan dari PDI-P untuk maju sebagai calon gubernur Jakarta.