Jelang Putusan, Nazarudin Terlihat Meringis Kesakitan
Terdakwa kasus pencucian uang Wisma Atlet Sea Games Jakabaring, Palembang Muhammad Nazarudin terlihat menahan sakit di bagian perut.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus pencucian uang Wisma Atlet Sea Games Jakabaring, Palembang Muhammad Nazarudin terlihat menahan sakit di bagian perut.
Saat memasuki ruangan persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, mantan bendahara partai Demokrat tersebut terlihat meringis kesakitan dengan tangan kiri memegang perutnya.
Sementara tangan sebelah kanan Nazarudin terus memegangi tasbih seraya mulutnya tak henti mengucap doa-doa.
Nazarudin yang mengenakan baju koko putih enggan menjawab pertanyaan wartawan saat ditanya mengenai penyakitnya.
Setelah pembacaannya ditunda pada 8 Juni 2016 lalu, Pengadilan Tipikor Rabu (15/6/2016) akan menjatuhkan vonis terhadap kasus pencucian uang pembelian saham PT Garuda Indonesia melalui anak perusahaan Permai Group.
Untuk diketahui, sidang Nazaruddin sudah berjalan sejak akhir tahun 2015.
Sejumlah saksi juga telah dihadirkan, satu diantaranya atasan Nazaruddin di Partai Demokrat kala itu, Anas Urbaningrum.
Kepada wartawan sebelumnya, Nazar mengaku ikhlas dengan apapun keputusan hakim.
"Apapun tuntuan jaksa, apapun putusan hakim saya ikhlas. Jadi bagi saya yang pernah melakukan kesalahan, saya minta maaf sama rakyat Indonesia, dengan niat memperbaiki diri saya akan bantu mengungkapkan semuanya yang saya tahu ke KPK," kata Nazaruddin.
Diketahui, dalam perkara ini, JPU KPK menuntut Nazaruddin dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
Selain itu, Jaksa juga menuntut agar harta kekayaan Nazaruddin sekitar Rp 600 miliar dirampas untuk negara.
Berdasarkan surat dakwaan, sumber penerimaan keuangan Permai Grup berasal dari fee pihak lain atas jasanya mengupayakan sejumlah proyek yang anggarannya dibiayai pemerintah.
Dari uang tersebut, salah satunya Nazaruddin membeli saham PT Garuda Indonesia sekira tahun 2011, menggunakan anak perusahaan Permai Grup.
Nazar dituntut pidana sebagaimana diatur Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain itu, Nazaruddin dinilai melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pasal 3 ayat (1) huruf a, c dan e Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.