Peneliti ILR: KPK Tak Terikat Pada Satu Laporan BPK
Erwin menegaskan KPK atau penegak hukum punya kewenangan untuk mempertimbangkan laporan BPK
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Indonesia Legal Rountable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengkritik Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Harry Azhar Aziz mengatakan bahwa hasil rekomendasi dari BPK harus dilaksanakan oleh lembaga negara lainnya.
Jika hal itu tidak dilakukan, maka lembaga negara yang menerima rekomendasi tersebut telah melakukan pelanggaran terhadap konstitusi.
Hal itu juga termasuk kepada KPK yang pada awalnya meminta audit investigasi atas kasus Sumber Waras saat dipimpin oleh Taufiqurahman Ruki, namun belum ditindaklanjuti saat dipimpin oleh Agus Rahardjo.
Erwin menegaskan KPK atau penegak hukum punya kewenangan untuk mempertimbangkan laporan BPK itu layak atau tidak.
"Menurut saya, KPK tidak terikat kepada satu laporan negara. KPK atau penegak hukum lainnya punya kewenangan untuk mempertimbangkan bahwa laporan itu layak atau tidak," katanya kepada Tribun, Senin (20/6/2016).
Dalam beberapa kasus, dia mencontohkan, bahwa KPK juga kerap mengabaikan hasil laporan BPK.
Misal, kata dia, laporan BPK yang memberikan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada lembaga negara atau kabupaten/kota.
"Meski BPK sudah "menggaransi" tidak ada persoalan dengan keuangan negara, namun tetap saja lembaga atau pemerintah tersebut yang ditangkap oleh KPK," ujarnya.
Ketua BPK, Harry Azhar Aziz mengatakan bahwa hasil rekomendasi dari BPK harus dilaksanakan oleh lembaga negara lainnya.
Jika hal itu tidak dilakukan, maka lembaga negara yang menerima rekomendasi tersebut telah melakukan pelanggaran terhadap konstitusi.
Hal itu juga termasuk kepada KPK yang pada awalnya meminta audit investigasi atas kasus Sumber Waras saat dipimpin oleh Taufiqurahman Ruki, namun belum ditindaklanjuti saat dipimpin oleh Agus Rahardjo.
"Kalau rekomendasi BPK tidak ditindaklanjuti KPK, berarti ada pelanggaran konstitusi yang dilakukan KPK," ujarnya di Kantor BPK, Jakarta, Senin (20/6/2016).
Harry menjelaskan bahwa rekomendasi BPK sifatnya tanpa batas waktu sehingga bisa dilakukan oleh beberapa puluh tahun ke depan, namun tetap harus dilakukan tindak lanjut, bukan dihentikan di tengah jalan.
Begitu juga dengan kasus pembelian lahan Sumber Waras oleh pemprov DKI Jakarta, Harry mengatakan bahwa pihaknya telah merekomendasikan pemerintah daerah untuk mengembalikan dana sebesar Rp 191 Miliar yang diindikasikan sebagai kerugian negara.
"Rekomendasi kami ke pemerintah DKI Jakarta juga wajib dilaksanakan, meskipun bukan tahun ini, bisa juga di kepemimpinan berikutnya, karena sifatnya sampai kiamat," katanya.