Partai Demokrat: Ini Adalah OTT KPK yang Paling Lemah
Ini adalah OTT KPK yang paling lemah. Tidak disebutkan oleh KPK adanya bukti transaksi
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Partai Demokrat, Rahlan Nasidiq mengatakan bahwa partai Demokrat masih mempertanyakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK terkait dengan kader Partai Demokrat, I Putu Sudiartana.
Menurutnya, mengacu kepada pernyataan KPK dalam konferensi pers, tidak ada satupun pernyataan yang eksplisit menjelaskan bahwa hal tertangkapnya Putu sebagai hasil dari OTT.
"Ini adalah OTT KPK yang paling lemah. Tidak disebutkan oleh KPK adanya bukti transaksi seperti yang selama ini disampaikan oleh KPK," katanya di kediaman Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Amir Syamsuddin, Jakarta, Rabu (29/6/2016).
KPK, kata Rahlan, hanya menunjukkan bukti transfer bank yang belum tentu mengarah kepada anggota Komisi III DPR RI tersebut dan uang sejumlah 40 ribu Dollar Singapura juga didapatkan di rumah Putu dan belum tentu merupakan dana hasil korupsi.
"Ini harus dibuktikan lebih lanjut oleh KPK. Sangat adil jika kami pertanyakan OTT yang dilakukan oleh KPK ini," ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan anggota Komisi III DPR RI dari fraksi Partai Demokrat I Putu Sudiartana sebagai tersangka suap menerima uang Rp 500 juta terkait pembangunan 12 ruas jalan di Provinsi Sumatera Barat.
Pembangunan jalan tersebut digagas oleh Kepala Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Barat Suprapto.
"SPT berencana akan membuat nilai proyek Rp 300 miliar," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat memberikan keterangan pers di kantornya, Jakarta, Rabu (29/6/2016).
Menurut Basaria, kasus tersebut bermula dari serang pengusaha bernama Suhemi yang mengaku memiliki hubungan di DPR RI agar Suprapto mendapatkan proyek tersebut.
Untuk menggolkan rencana tersebut, Suprapto kemudian mentransfer uang senilai Rp 500 juta kepada Sudiarta.
"Yang ditransfer Rp 500 juta. Pertama ditranser Rp 150 juta, kemudian Rp 300 juta plus Rp 50 juta," ujar Basaria.
KPK kemudian menangkap Sudiarta di rumahnya di perumahan DPR RI di Ulujami, Jakarta barat.
Kemudian KPK juga menangkap Yogas Askan (pengusaha), Suhemi , Noviyanti, Muchlis, dan Suprato.
Kepada Sudiarta, Noviyanti dan Suhemi, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, sementara kepada Yogas dan Suprato dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.