Di China, Pelaku Vaksin Palsu Dihukum Mati
Politikus Gerindra itu menuturkan pelaku pemalsu obat atau vaksin harus dihukum mati seperti di Cina
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjadi sorotan terkait vaksin palsu. Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa menuturkan BPOM di Amerika Serikat setara dengan FBI.
Dimana, badan tersebut dapat melakukan investigasi, penyelidikan dan memberikan sanksi.
"Kalau di kita tukang stempel aja. Maka pemerintah dan DPR harus duduk bersama, apa harus lakukan amandemen undang-undang biar seperti BNN atau gimana," kata Desmond ketika dikonfirmasi, Kamis (30/6/2016).
Politikus Gerindra itu menuturkan pelaku pemalsu obat atau vaksin harus dihukum mati seperti di Cina. Pemerintah pun harus tegas terhadap kasus yang menyangkut generasi bangsa itu.
" Tentu harus ada studi atau kajian ke negara yang sudah menerapkan BPOM seperti BNN, paling tidak Amerika dan Cina," katanya.
Sebelumnya, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi menilai kasus vaksin palsu merupakan pelanggaran hak anak. Ia pun meminta penerapan hukuman maksimal.
"Artinya , apapun yang merupakan pelanggaran kepada anak dan membahayakan anak, maka mohon dikenakan hukuman yang paling maksimal," kata Seto di Gedung DPR, Jakarta, Senin (27/6/2016).
Ia mengingatkan semua pihak tak boleh bermain-main dengan masa depan, kesejahteraan dan kesehatan anak. Pria yang akrab dipanggil Kak Seto menilai pelaku vaksin palsu tidak memiliki hati nurani karena mendapatkan keuntungan dari perbuatan tersebut.
Apalagi, kata Kak Seto, pelaku vaksin palsu adalah padangan suami istri. Kasus tersebut agar menjadi pelajaran buruk bagi masyarakat.
"Karena anak-anak itu yang paling mudah dikorbankan, apa saja. Entah narkoba, vaksin palsu, entah apa saja. Saya rasa kalau narkoba bisa hukuman mati, kenapa ini tidak? Jadi mohon, sangat berbahaya," imbuhnya.