Lima Tantangan Tito Karnavian Jabat Kapolri
Ketua Pusat Studi Politik & Keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi menilai setidaknya ada lima tantangan dan pekerjaan rumah bagi Tito Karnavian.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo akan melantik Tito Karnavian sebagai Kapolri di Istana pada hari ini, Rabu (13/7/2016).
Ketua Pusat Studi Politik & Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Muradi menilai setidaknya ada lima tantangan dan pekerjaan rumah bagi Tito Karnavian.
"Kapolri baru, Komjen Tito Karnavian memiliki sejumlah pekerjaan rumah yang telah menunggu. Baik program dan kegiatan yang belum selesai saat Kapolri dijabat Badrotin Haiti maupun pekerjaan rumah lainnya," kata Muradi melalui pesan singkat, Rabu (13/7/2016).
Muradi mengungkapkan perjaan rumah dan tantangan tersebut meliputi penataan internal, pemberantasan terorisme, penindakan kelompok aksi intoleran dan anti Pancasila, implementasi pemolisian masyarakat dan hubungan polisi dan publik serta pengawasan kinerja efektif kepolisian.
Pertama, terkait dengan penataan internal Polri. Muradi mengatakan Kapolri baru harus mampu menata kelola internal dalam ruang gerak yang sama untuk memastikan terselenggaranya Harkamtibmas dan Kamdagri serta pelayanan publik bidang kepolisian yang prima.
"Hal ini berkaitan dengan tata kelola pendidikan dan pelatihan, penyebaran SDM yang efektif, termasuk di dalamnya kenaikan pangkat dan promosi yang tidak hanya memperhatikan kedekatan dengan pimpinan dan tour of duty tapi juga rekam jejak yang baik," imbuhnya.
Kedua, pemberantasan terorisme harus tetap menjadi fokus kapolri baru. Selain karena jaringan Santoso belum sepenuhnya tertangkap.
Muradi menuturkan Kapolri baru juga dihadapkan pada menguatnya jejaring baru dalam bentuk dan karakteristik dan figur baru seperti Katibah Nusantara (KN) yang jejaringnya lebih massif dari jaringan Santoso.
"Akan baik jika setelah Santoso tertangkap atau terbunuh, maka bidikan berikutnya adalah menghajar kelompok KN yang juga telah berbaiat ke ISIS," ungkapnya.
Ketiga penertiban kelompok intoleran dan anti Pancasila. Ia melihat sejauh ini dengan adanya SE Kapolri terkait dengan ujaran kebencian, dianggap belum cukup efektif untuk menggerakkan pimpinan polri di level kabupaten/kota dan atau provinsi untuk menindak perilaku kelompok intoleran dan anti Pancasila tersebut.
"Sehingga kapolri baru harus bisa menegaskan bahwa kelompok-kelompok intoleran dan anti Pancasila tersebut telah membuat stabilitas kamdagri terganggu sehingga secara efektif harus ditertibkan," tuturnya.
Keempat, implementasi pemolisian masyarakat dan pola hubungan antara polisi-publik akan sangat mempengaruhi arah gerak keberhasilan kapolri baru ini.
Menurut Muradi, akan lebih baik apabila Tito juga mengefektifkan program polmas agar terbangun hubungan yang baik antara polisi dan publik.
Sejauh ini program tersebut tidak berjalan efektif dan massif. Padahal dalam konteks kepolisian modern, polmas dan pola hubungan antara polisi dan publik akan memberikan pondasi keberhasilan bagi program-program kepolisian.
"Salah satu yang mungkin patut dicoba adalah pengefektifan pemasangam CCTV terintegrasi dengan publik dan pemerintah daerah. Karena ada pendekatan partisipatif antara Polri, pemda dan warga," jelas Muradi.
Kelima, adalah mekanisme pemgawasan kinerja Polri. Pada titik ini Tito bisa menegaskan mekanisme internal atas kinerja kepolisian bisa diefektifkan.
"Hal ini berbasis pada keyakinan bahwa kinerja polri akan baik dan terawasi secara efektif manakala internal polrinya lebih responsif atas kemungkinan kinerja yang tidak cukup baik di mata publik," imbuhnya.