Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Putusan Arbitrase Internasional Makin Perkuat Klaim RI atas Natuna

Putusan tersebut akhirnya memberikan kepastian hukum

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Putusan Arbitrase Internasional Makin Perkuat Klaim RI atas Natuna
Muhammad Zulfikar/Tribunnews.com
Charles Honoris 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Charles Honoris menyambut baik putusan Permanent Court of Arbitration mengenai gugatan Filipina atas Tiongkok di LCS.

Putusan tersebut akhirnya memberikan kepastian hukum mengenai batas wilayah teritorial laut negara-negara di kawasan Laut Cina Selatan.

Mahkamah sudah dengan jeli mengeluarkan putusan berdasarkan hukum laut internasional dan perjanjian UNCLOS yang sudah diratifikasi oleh negara-negara di kawasan termasuk Tiongkok dan Filipina.

Bagi Indonesia kata politikus PDI Perjuangan itu, putusan tersebut juga memperkuat klaim Indonesia atas perairan Natuna dan Zona Eksklusif Ekonomi Indonesia yang berkali-kali dilanggar oleh kapal-kapal nelayan Tiongkok yang tertangkap melakukan illegal fishing.

"Klaim imajiner Tiongkok mengenai 9 dash line (9 garis putus) akhirnya dipatahkan oleh putusan tersebut," ujarnya kepada Tribun, Kamis (14/7/2016).

Untuk itu kata dia, Pemerintah Indonesia harus bisa mendorong agar ASEAN memiliki kesamaan pandangan dan sikap mengenai batas wilayah laut di kawasan.

Misalnya dia mencontohkan, dengan memprakarsai sebuah joint statement dari negara-negara ASEAN yang memberikan pengakuan atas putusan tersebut.

Berita Rekomendasi

"Kesamaan sikap antara negara-negara ASEAN mengenai hal ini tentunya akan bisa memberikan tekanan terhadap Tiongkok untuk mematuhi putusan Mahkamah,"katanya.

Bagi Tiongkok, ASEAN adalah salah satu mitra dagang yang sangat strategis. Kalau ASEAN dapat bersatu Tiongkok akan berpikir dua kali sebelum mengambil tindakan yang dapat meningkatkan eskalasi ketegangan di kawasan.

Langgar kedaulatan Filipina

Pengadilan Arbitrase Internasional yang berbasis di Den Haag, Belanda, Selasa (12/7/2016), memutuskan, China telah melanggar kedautalan Filipina di Laut China Selatan.

"China telah melanggar hak kedaulatan Filipina di zona ekonomi eksklusifnya dengan cara melakukan penangkapan ikan dan eksplorasi minyak, membangun pulau buatan dan tidak melarang para nelayan China bekerja di zona tersebut," demikian pernyataan Pengadilan Arbitrase Internasional.

Filipina sebelumnya membawa masalah sengketa wilayah Laut China Selatan ke pengadilan internasional.

Pemerintah Filipina menentang apa yang disebut China sebagai "sembilan garis batas" yang intinya mengklaim semua kawasan Laut China Selatan sebagai wilayah China.

Sengketa antara Filipina dan China itu terfokus pada perairan yang diperkirakan menjadi jalur perdagangan internasional yang bernilai 5 triliun dolar AS setiap tahunnya.

Pemerintah Filipina juga meminta pengadilan arbitrase untuk memperjelas gugusan karang atau kepulauan di perairan itu yang masuk ke dalam zona ekonomi eksklusif Filipina.

Pengadilan memutuskan, meski para pelaut dan nelayan China secara historis pernah menggunakan berbagai pulau di Laut China Selatan, tak terdapat bukti kuat bahwa secara historis China pernah menguasai perairan tersebut atau sumber alamnya.

"Pengadilan memutuskan bahwa tak ada dasar hukum apapun bagi China untuk mengklaim hak historis terkait sumber daya alam di lautan yang disebut masuk ke dalam 'sembilan garis batas'," demikian pernyataan pengadilan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas