Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

YLBHI dan FITRA Kritik Anggaran yang Dipakai Polri dan Kejaksaan Agung dalam Eksekusi Hukuman Mati

Di Kejaksaan Agung sendiri sebesar Rp 200 juta dan di Polri sekitar Rp 247 juta.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in YLBHI dan FITRA Kritik Anggaran yang Dipakai Polri dan Kejaksaan Agung dalam Eksekusi Hukuman Mati
www.unc.edu
Ilustrasi hukuman mati. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - YLBHI dan FITRA mengkritik politik anggaran Polri dan Kejaksaan Agung dalam eksekusi terpidana mati bandar narkoba.

Paling tidak dua lembaga ini melihat ketidakterbukaan atau tidak transparansinya Pemerintah, terkait eksekusi hukuman mati tidak hanya pada proses hukum dan akses hukum yang menjadi hak asasi terpidana mati, tetapi juga pada anggaran.

Hasil investigasi yang dilakukan oleh YLBHI dan FITRA, kata Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Julius Ibrani, membuktikan paling tidak ada 2 anggaran di 2 institusi yang terlibat yakni Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI (Polri).

"Adanya 2 anggaran di 2 institusi untuk 1 kegiatan yang sama ini (double budget) jelas berpotensi pada penyelewengan atau penyalahgunaan anggaran negara," ujar Julius kepada Tribunnews.com, Selasa (26/7/2016).

Selain itu imbuhnya, angka yang muncul untuk anggaran eksekusi terpidana mati juga tidak wajar, luar biasa besar jumlahnya.

Di Kejaksaan Agung sendiri sebesar Rp 200 juta dan di Polri sekitar Rp 247 juta.

Padahal, di sisi lain, lanjutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan terkait penghematan APBN hingga mensinyalkan pengurangan PNS, lalu ada teguran atas pendapatan pajak yang minim, target kenaikan cukai.

Berita Rekomendasi

"Bukan berarti jika negara punya anggaran cukup maka eksekusi menjadi tidak masalah," ucapnya.

Tapi imbuhnya, adanya inkonsistensi sikap negara atau Presiden Jokowi terkait anggaran negara ini menjadi bukti adanya politisasi atas eksekusi terpidana mati yang jelas bukan untuk tujuan keadilan hukum dan masyarakat.

Selain juga, tentunya, anggaran eksekusi terpidana mati yang luar biasa besar ini juga bertentangan dengan efektifitas dan efisiensi proses dalam sistem peradilan pidana terpadu (Integrated Criminal Justice System), yang saat ini menghadapi persoalan minimnya anggaran.

Kejaksaan Agung selaku eksekutor misalnya, bukan tidak mengalami masalah terkait anggaran kelembagaan. Tahun 2016 Kejaksaan diberi anggaran hanya untuk 81.869 perkara, padahal tahun 2015, anggaran Kejaksaan dialokasikan lebih dari 120.000 perkara.

Satuan anggaran Kejaksaan pun bermasalah, yang dialokasikan hanya sebesar Rp 3 sampai dengan 6 juta disamaratakan untuk seluruh wilayah Kejaksaan Negeri tanpa ada pembedaan jenis perkara. Sementara anggaran untuk eksekusi 1 terpidana mati adalah Rp 200 juta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas