Dana Eksekusi Mati Diselewengkan, Kejagung Bantah
Dia juga menampik seluruh biaya eksekusi mati tahap III telah habis terpakai.
Penulis: Valdy Arief
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung membantah tudingan terkait adanya dugaan penyimpangan anggaran pada eksekusi terpidana mati kasus penyalahgunaan narkoba tahap III.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Noor Rachmad menjelaskan dalam eksekusi kali ini untuk satu terpidana menghabiskan dana sekitar Rp 200 juta tiap terpidana.
Sejumlah uang tersebut, sebut Noor, dipakai bersama oleh Kepolisian dan Kejaksaan sebagai biaya eksekusi.
"Rp 200 juta itu untuk dua lembaga langsung untuk acara yang sama. Jumlah itu dari mana," kata Noor Rachmad di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (1/8/2016).
Dia juga menampik seluruh biaya eksekusi mati tahap III telah habis terpakai.
"Uang sudah ada dan uang tidak diserahkan semuanya. Dibayarkan kalau ada eksekusi lagi," katanya.
Sebelumnya, Pengacara publik sekaligus direktur dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Julius Ibrani mengungkan dugaan penyelewengan dana anggaran pada pelaksanaan eksekusi hukuman mati tahap III.
Julius menyebut dana yang telah cair dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp 7 miliar.
Dana tersebut merupakan anggaran untuk melakukan eksekusi 18 orang terpidana mati.
Namun, kata Julius, anggaran tersebut telah habis terpakai meski hanya empat orang yang dieksekusi mati di tahap III.
"Rencana awal dimintakan terhadap 18 orang. Ini yang kami duga cair jumlahnya mencapai Rp 7 miliar dan anggaran itu sudah habis," ujar Julius saat memberikan keterangan di kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (31/7/2016).
Julius menjelaskan, anggaran untuk eksekusi mati diberikan kepada dua institusi yakni, Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI (Polri).
Untuk mengeksekusi seorang terpidana mati, Kejaksaan Agung mendapat Rp 200 juta, sedangkan kepolisian mendapat Rp 247.112.000.
Artinya dibutuhkan anggaran sebesar Rp 447.112.000 untuk melakukan eksekusi terhadap 1 terpidana mati.
Menurut Julius, adanya dua anggaran yang diberikan untuk satu kegiatan jelas memiliki indikasi adanya penyalahgunaan atau penyelewengan anggaran negara.
Selain itu dia menduga anggaran eksekusi mati juga menjadi bancakan Kejaksaan dan Kepolisian.
Pasalnya, kata Julius, Kejaksaan Agung telah meminta anggaran eksekusi mati sebanyak 30 orang untuk tahun 2016-2016.
Sebagai informasi, Kejaksaan Agung telah mengeksekusi empat orang terpidana mati pada Jumat (29/7/2016).
Padahal, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo telah menyebut ada 14 terpidana yang akan dieksekusi dalam tahap ini.