MA Dikritik Seakan Bukan Lembaga Peradilan Lagi Tapi Mirip Lapak Jualan Perkara
Praktik mafia peradilan nampaknya sudah semakin menggurita di Mahkamah Agung (MA).
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktik mafia peradilan nampaknya sudah semakin menggurita di Mahkamah Agung.
MA kini sudah bukan lagi seperti lembaga peradilan namun mirip sejenis lapak untuk berjualan perkara.
“Seakan sudah bukan lagi pengadilan tapi menjadi lapak jualan keputusan. Karena itu kami rasa akan sangat baik jika MA lebih melibatkan KPK termasuk meningkatkan 'trust' masyarakat pada peradilan Indonesia,” ujar Ketua Masyarakat Pemberdayaan Hukum Nasional (MPHN), Melli Darsa, dalam pernyataannya, Minggu (7/8/2016).
Untuk diketahui KPK kini sedang menangani kasus yang melibatkan beberapa petinggi MA seperti Andri Tristianto dan Nurhadi sang Sekretaris MA.
Ada dugaan kasus suap terkait perkara yang membelit Nurhadi Cs tersebut.
Melli mengatakan MA lambat dalam melakukan pembenahan akibatnya banyak mafia peradilan tumbuh subur bak jamur di musim penghujan.
Pembenahan yang dilakukan di MA lanjut Melli juga tidak menyentuh masalah fundamental, yaitu masalah korupsi di peradilan.
Menurut Melli, akses pada keadilan saat ini tidak tersedia terutama bagi rakyat kecil.
"Jangan sampai, pembenahan mafia peradilan saat ini justru terkesan elitis, tanpa menyentuh dan bisa dirasakan hasilnya oleh seluruh masyarakat Indonesia"ujar Melli.
Melli menambahkan, keadilan atau kepastian hukum dari adanya putusan pengadilan yang mengikat masih dirasakan oleh masyarakat terasa transaksional.
“MPHN juga akan terus melakukan pressure kepada setiap aparat penegak hukum, bahkan kepada profesi advokat untuk juga terus bebenah diri,” tambah Melli.
MPHN, lanjut Melli, telah membuat petisi untuk MA yang mendesak lembaga itu menciptakan birokrasi yang profesional dan bebas dari dugaan atau perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Dalam petisinya, MPHN mendesak dan meminta kepada Pimpinan Mahkamah Agung sesuai dengan kewenangannya untuk memberhentikan sementara aparatur sipil negara di lingkungan Sekretariat MA yang diduga melakukan tindakan tidak profesional, serta mempengaruhi dan/atau menghalangi upaya pemberantasan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam birokrasi MA.
Selain Melli, Guru Besar Tetap Hukum Administrasi Negara (HAN) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Anna Eliyana, praktisi hukum Kukuh K Hadiwidjojo, Ketua Bidang Studi HAN Fakultas Hukum Universitas Indonesia Dian Puji Simatupang dan wartawan senior Bambang Harymurti turut meneken petisi berisi desakan reformasi peradilan.
MPHN adalah sebuah asosiasi non-politik yang dibentuk dengan tujuan utama mendorong perbaikan kondisi peradilan di Indonesia dan infrastruktur hukum yang mendukungnya, mulai dari penegak hukum sampai ke advokat/penasehat hukum dan perangkat yudikatif lainnya. Asosiasi ini terdiri dari akademisi, konsultan hukum, advokat, notaris hingga wartawan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.