Jangan Sekadar Naikkan Harga Rokok, Pemerintah Harus Tindak Penjual Rokok kepada Anak
Desakan agar pemerintah segera merealisasikan kenaikan harga rokok menjadi minimal Rp50 ribu per bungkus terus menguat.
Editor: Malvyandie Haryadi
PENGIRIM: FAHIRA IDRIS/DPD RI
TRIBUNNERS —Desakan agar pemerintah segera merealisasikan kenaikan harga rokok menjadi minimal Rp50 ribu per bungkus terus menguat.
Usulan kenaikan harga rokok ini merupakan hasil studi dari Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Namun, selain menaikkan harga rokok, Pemerintah diminta tegas mengatur tata niaga rokok yang selama ini begitu semrawut dan terlalu bebas sehingga siapa saja dan di mana saja orang bisa membeli rokok.
Untuk itu, pemerintah diminta menindak tegas berbagai pelanggaran terkait rokok terutama kepada para penjual yang masih seenaknya menjual rokok kepada anak-anak.
“Di negara ini, rokok ada di mana-mana. Mulai dari lampu merah, warung hingga supermarket. Bisa dibeli dan dikonsumsi siapa saja, termasuk anak SD sekalipun. Kalau membiarkan peredaran rokok tidak terkendali seperti ini, artinya bangsa ini sudah melanggar undang-undang perlindungan anak yang mewajibkan pemerintah menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak," ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris, di Jakarta (19/8).
Fahira mengungkapkan, berdasarkan berbagai suvei, jumlah anak-anak yang mengosumsi rokok di Indonesia sudah masuk tahap yang mengkhawatirkan.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Kemenkes, perokok pemula (usia 10-14 tahun) naik dua kali lipat lebih dalam 10 tahun terakhir.
Jika pada 2001 hanya 5,9 persen, pada 2010 naik menjadi 17,5 persen. Pada 2013, Riskesdas menemukan fakta konsumsi rokok pada kelompok usia 10-14 tahun mencapai sekitar delapan batang per hari atau 240 batang sebulan. Artinya, anak-anak kita sudah menghabiskan Rp120 ribu hanya untuk membeli rokok.
“Di Indonesia, orang tua tidak merasa bersalah jika menyuruh anaknya membeli rokok dan menghisap rokok di dekat anaknya. Penjual tidak merasa melanggar hukum menjual rokok kepada anak-anak. Anak-anak kita tanpa rasa takut merokok di ruang-ruang terbuka,” tukas Senator Jakarta ini.
Menurut Fahira, berbagai regulasi terkait rokok mulai dari Peraturan Pemerintah (PP) hingga Peraturan Kepala Daerah belum maksimal dijalankan terutama dari sisi sosialisasi dan penegakkan hukum.
Fahira mencontohkan PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan sudah tegas melarang setiap orang menyuruh anak di bawah usia 18 tahun untuk menjual, membeli, atau mengonsumsi rokok.
Namun fakta yang terjadi di lapangan, larangan ini dilanggar dan sama sekali tidak ada sanksi bagi yang melanggar. Berbagai peraturan daerah yang melarang merokok di fasilitas umum juga banyak dilanggar karena tidak ada penindakan hukum yang menjerakan.