PPATK Kesulitan Telusuri Dana Freddy Budiman
PPATK kesulitan menelusuri aliran dana dari gembong narkoba Freddy Budiman yang diduga mengalir ke sejumlah oknum penegak hukum.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan kesulitan menelusuri aliran dana dari gembong narkoba Freddy Budiman yang diduga mengalir ke sejumlah oknum penegak hukum.
Hingga kini PPATK belum menemukan rekening atas nama Freddy Budiman.
"Sekarang kita saja masih cari ada enggak nama Freddy Budiman di rekening. Kalau enggak ada kan kita enggak bisa bilang aliran uang Freddy mengalir kemana," kata Direktur Kerjasama dan Humas PPATK, Firman Santyabudi di Kantor BNN, Jakarta, Jumat (19/8/2016).
PPATK menengarai Freddy menggunakan rekening jaringannya atau kerabat terdekatnya untuk melakukan transaksi.
Bahkan jaringan Freddy juga bisa jadi meminjam rekening masyarakat yang awam untuk melakukan transaksi dengan memberikan imbalan tertentu.
"Nah, ini saya minta juga masyarakat untuk hati-hati," ucap Firman.
Karena kesulitan yang dihadapi ini, Firman meminta publik bersabar. Ia memastikan penyidik masih terus menelusuri orang-orang terdekat Freddy untuk menganalisis transaksi yang mencurigakan.
Setelah selesai, maka PPATK akan menyerahkannya kepada aparat penegak hukum.
"Pelaku tindak pidana ini, sekali lagi, mereka sangat tidak mungkin gunakan namanya sendiri untuk melakukan bisnis yang tidak legal. Dia bisa gunakan nama siapa saja. Dan melalui siapa saja," kata dia.
Dugaan bahwa uang hasil penjualan narkoba Freddy mengalir ke aparat hukum diungkap oleh Koordinator Kontras Haris Azhar.
Haris mengaku Freddy bercerita bahwa ada oknum TNI, Polri, BNN hingga bea-cukai yang membantunya berbisnis narkoba dari balik jeruji besi.
Cerita Freddy itu baru diungkapkan Haris ke publik pada Juli 2016 lalu, menjelang Freddy dieksekusi mati.
Haris lalu menyebut ada keterkaitan penanganan kasus narkoba pada 2012 lalu dengan pernyataan Freddy jelang dieksekusi mati.
"Selama dua pekan terakhir, KontraS menelusuri lima berkas pengadilan dan satu pengadilan militer. Hasilnya ditemukan satu kasus Narkoba yang janggal," ujar Haris di kantornya, Jalan Kwitang II nomor 7, Senen, Jakarta Pusat, Jumat (12/8/2016) pekan lalu.