Saat Ikan Bawal, Sate, dan Sayur Oyong Jadi Menu Jokowi-Kalla
Kesederhanaan jadi keseharian Presiden. ”Jadi, ketika ada pemotongan anggaran, tak ada persoalan,” lanjut sang kerabat.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Istana tak harus selalu menunjukkan kemewahan, apalagi tatkala pemerintah tengah melakukan penghematan anggaran besar-besaran. Berbagai pos anggaran yang semula sudah ditetapkan pun tak hanya dipangkas di awal tahun, tetapi juga untuk kedua kalinya pertengahan tahun ini. Bahkan, mungkin saja akan dilakukan kembali pada akhir tahun jika penerimaan pajak meleset.
Itulah yang kini terjadi. Saat Presiden Joko Widodo menjamu Wakil Presiden Jusuf Kalla makan siang sambil membicarakan soal politik dan ekonomi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (1/9), petugas jamuan hanya menyediakan menu sederhana. Selain ikan bawal, sate, juga sayur oyong. Potongan pepaya dalam piring kecil jadi hidangan penutup sebelum keduanya mengakhiri pertemuan.
”Ah, enak itu, kami biasa makan sederhana, yang penting sehat dan apa yang dibicarakan tercapai,” ujar Wapres Kalla saat dihubungi pada Kamis malam. Bagi Kalla, yang harus ditunjukkan oleh pejabat dan keluarganya adalah kesederhanaan dalam berbagai hal sehingga dapat memberikan contoh nyata.
Kepala Biro Pengelolaan Istana Sekretariat Presiden Kementerian Sekretariat Negara Darmastuti Nugroho, yang masih menjadi Plt Kepala Bagian Jamuan, menambahkan, sejak masuk Istana, Presiden Jokowi memang tak pernah minta ini-itu untuk menu makannya.
”Presiden terima apa pun yang disajikan saat makan bersama Ibu Negara, Wapres, menteri, atau menjamu tamu lain. Bagi kami, yang penting selain pantas juga sehat. Dalam efisiensi dan kesederhanaan, Istana harus tetap dapat menunjukkan ’The Ultimate Showcase of Indonesia’,” kata Darmastuti.
Sebelum berangkat dari Wisma Bayurini di Istana Kepresidenan Bogor, Presiden Jokowi juga hanya minum teh hangat manis dengan pisang goreng atau atau ubi rebus. ”Kadang-kadang, ya, hanya itu sarapannya karena makannya sedikit,” kata kerabat Jokowi.
Kesederhanaan jadi keseharian Presiden. ”Jadi, ketika ada pemotongan anggaran, tak ada persoalan,” lanjut sang kerabat.
Tak ada makan siang
Sejak usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang disetujui Presiden-Wapres, untuk kembali memotong anggaran kementerian dan lembaga sejak akhir Juli lalu, Istana harus menjadi contoh lebih dahulu. ”Pemotongan anggaran yang kami lakukan untuk kedua kalinya itu hampir Rp 500 miliar. Yang pertama lebih dari Rp 154 miliar dan yang kedua lebih dari Rp 320 miliar,” ungkap Menteri Sekretariat Negara Pratikno.
Biaya rutin, seperti perjalanan dinas, makan-minum, dan seminar, yang tidak penting dan utama sudah seharusnya dipotong. ”Kami hindari rapat di luar kantor atau perjalanan yang tak penting. Sebisa mungkin rapat selesai sebelum pukul 12 siang tak perlu makan. Hanya minum air putih, kecuali kalau rapat undang orang luar. Tetapi, itu hanya snack,” ucap Pratikno.
Jangan heran ketika seorang pejabat di Setneg mengatakan kelaparan ketika Rabu siang lalu selesai rapat. ”Kami cuma minum dan minum air putih,” ujar pejabat eselon II itu.
Saat bertamu di Kantor Staf Presiden (KSP) di Gedung Binagraha, Kompleks Istana, Kompas hanya disediakan ubi dan pisang rebus serta secangkir kopi. ”Kami harus ikut hidup sederhana,” ujar pegawai KSP.
Petugas Biro Pers yang menemani wartawan Istana Kepresidenan meliput KTT G-20 dan mendahului berangkat ke Hangzhou, Tiongkok, kemarin, juga diinstruksikan untuk tak makan di restoran. ”Kami akan disediakan nasi kotak,” ujar Kepala Bagian Pers Biro Pers, Media, dan Informasi Setpres Kementerian Setneg Wawan.
Adapun wartawan yang meliput kegiatan Wapres ke Padang, awal pekan depan, tidak naik pesawat komersial, tetapi pesawat Hercules TNI Angkatan Udara. ”Saya juga perintahkan rombongan yang menyertai kunjungan saya ke KTT Nonblok di Venezuela dan Sidang Umum PBB hanya 15 orang termasuk pengawal dan kami pakai (pesawat) komersial agar tak mahal,” tutur Kalla.
Presiden pun, lanjut Wapres, menggunakan pesawat kepresidenan BBJ-2 yang ongkosnya Rp 2 miliar ke KTT G-20, Jumat pagi. ”Coba dulu, pakai pesawat Garuda, rombongannya lebih dari 100 orang, biayanya berapa? Pesawatnya saja sampai Rp 30 miliar,” kata Kalla.
Ketika turun dari pesawat kepresiden BBJ di Amerika Serikat, Jokowi pernah menyatakan, Presiden-Wapres harus menggunakan pesawat sendiri meski lama dan banyak berhenti. ”Saya diberi tahu, (memakai BBJ-2) bisa hemat banyak, cuma agak capek karena harus berhenti-berhenti. Saya enggak masalah, malah senang kalau transit beberapa kali,” ujar Jokowi.
Saat Presiden memberikan pengarahan kepada perwira remaja TNI dan Polri di Yogyakarta, akhir Juli lalu, rombongan diinapkan di Gedung Agung, Kompleks Istana Kepresidenan, Yogyakarta, sekamar berempat. Juga waktu peresmian pembangkit listrik di Gunungsitoli, Sumatera Utara, rombongan Presiden makan siang dengan menu sederhana di kompleks Kodim 0213 Nias.
Kesederhanaan dan hidup hemat menjadi keniscayaan. Kini, persoalannya, apakah kementerian dan lembaga di luar Istana sudah ikut melakukan hal yang sama? (SON/HAM/HAR)
Versi cetak artikel ini terbit di harian "Kompas" edisi 2 September 2016, di halaman 5 dengan judul "Saat Ikan Bawal, Sate, dan Sayur Oyong Jadi Menu Jokowi-Kalla"